Jakarta, MinergyNews– Realisasi kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) hingga triwulan III 2021 mencapai 386 Megawatt (MW). Tambahan pembangkit EBT diantaranya dari PLTA Poso Peaker 2nd Expansion Unit 1 dan 2 sebesar 130 MW, 12 unit PLTM sebesar 71,26 MW, 55 MW dari 2 unit PLTP, PLT Bioenergi 19,5 MW, tambahan dari PLTS Atap 17,88 MW.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana pada konferensi pers virtual Capaian Kinerja Triwulan III 2021, Jumat (22/10).
Dadan menguraikan bahwa pada semester III ini, khusus PLTS Atap, pelanggan telah meningkat menjadi 4.262 pelanggan, dengan total kapasitas 39, 28MWp.
“Pelanggan PLTS Atap semakin bertambah, tersebar dari Aceh hingga Papua, hal ini menandakan program ini disambut baik masyarakat,” ujar Dadan.
Tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT, prognosa hingga Desember 2021, akan bertambah dari PLT Biomassa (dari limbah cair sawit) berkapasitas 10 MW berlokasi di Jawa Timur, yang ditargetkan akan COD (Commercial Operation Date) tahun ini. Juga akan ada penambahan 2 unit PLTP, yaitu PLTP Rantau Dedap dan PLTP Sokoria, berkapasitas total 91 MW, yang kemajuan pembangunannya sudah mencapai 90%. Juga penambahan dari PLTS/PLTS Atap sebesar 27,54 MW dan PLTA dengan kapasitas 200 MW. Untuk skala kecil menengah, akan bertambah dari 13 PLTM dengan total kapasitas 395,57 MW.
Untuk distribusi Biodiesel, dari target 9,2 juta kiloliter (kl) di 2021, sampai bulan September 2021 realisasinya mencapai 6,64 juta kl (72,17%). Dadan mengatakan Program B30 masih terus dijalankan untuk seluruh sektor, namun ada beberapa pengecualian misalkan peralatan di TNI, yang berada di dataran tinggi yang memang tidak sesuai secara spesifikasi. Untuk pengembangan program Biodiesel lebih lanjut, tentu harus melalui uji teknis lebih lanjut dan dukungan dari berbagai stakeholder. Ditjen EBTKE merekomendasikan skema pencampuran, yang pertama menggunakan B30 eksisting dicampur dengan biodiesel yang spesifikasinya sudah ditingkatkan dan jauh lebih baik, atau skema lain B30 ini dicampur dengan green diesel (D100).
“Ke depan tidak hanya biodiesel yang kita dorong, juga program biofuel lain yang berbasis sawit misalkan Bensa (Bensin Sawit), Bio Avtur, juga Bio CNG,” jelas Dadan.
Untuk Bensin Sawit sedang dibuat demo plan kerjasama antara ITB dan BPDP Sawit dengan PT. Pura Barutama selaku kontraktor di lapangan, yang nantinya akan dibuat berkapasitas 1.000 liter/hari. Nantinya akan dikembangkan secara bersama, bahwa sudah disiapkan daerah pengembangan di Musi Banyu Asin dan Kabupaten Pelalawan, masuk menjadi program strategis nasional. Hal ini akan menciptakan industri yang terintegrasi antara kebun sawit, pengelolaan sawit di hulu sampai hilir sehingga didapatkan subsitusi dari bensin.
Untuk Bio CNG, Dadan mengatakan hal ini berpotensi besar kedepannya, memanfaatkan biogas yang berasal dari limbah, mayoritas dari limbah industri sawit.
“Jadi kita akan kemas biogas ini menjadi seperti LPG jadi ditabungkan atau bisa juga ditransportasikan seperti Jargas, jadi teknologi nya sudah mulai dikuasai dan di lapangan sudah diterapkan, dan apabila kita kembangkan ke tempat lain akan bisa menjadi salah satu subsitusi dari program-program transisi energi, menggeser pemanfaatan fosil kepada EBT,” tutur Dadan.
Dadan juga menjelaskan, realisasi investasi EBTKE kemungkinan besar tidak mencapai target untuk 2021 karena faktor pandemi Covid-19. Adapun target investasi EBTKE adalah USD 2 Miliar dan sampai dengan September ini mencapai USD 1,12 Miliar.
“Ini (realisasi investasi) berasal dari kegiatan yang ada di Konservasi Energi, yaitu kegiatan penghematan energi, kemudian dari proyek yang ada di Bioenergi, baik untuk pembangkit listrik ataupun produksi BBM. Kemudian di PLTS, termasuk PLTA, ini juga berkembang. Kemudian (investasi) yang paling besar berasal dari panas bumi. Sehingga totalnya adalah USD 1,12 miliar di September,” pungkasnya.
Sampai dengan triwulan III 2021, realisasi penurunan emisi telah mencapai 69,5 juta ton CO2e. Aksi mitigasi yang menyumbang reduksi emisi paling besar antara lain implementasi EBT, aplikasi efisiensi energi dan penerapan bahan bakar rendah karbon (gas alam). Dari sisi penggunaan APBN 2021, Direktorat Jenderal EBTKE mendorong dan membangun fasilitas EBT seperti PJU-TS, juga PLTS Pos Jaga TNI dan Pos Pengamat Gunung Api, yang berada di wilayah cukup sulit untuk dibangun pembangkit dan jaringan listrik. Juga dilaksanakan program pengadaan dan distribusi paket Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) di desa belum berlistrik terutama di wilayah Papua dan Papua Barat.