Teknik Serangga Mandul Solusi Atasi Penyebaran Nyamuk DBD

Jakarta, MinergyNews–  Indonesia masih menduduki peringkat tertinggi dalam jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di kawasan ASEAN. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, dari sekitar 500 Kabupaten/Kota yang ada dl Indonesia, 90 persen dlantaranya merupakan daerah endemik, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasl (Jabodetabek). WIlayah tersebut menjadi daerah endemik karena kondisi lingkungannya yang kurang kondusif. Salah satu faktor penyebab berkembangnya nyamuk DBD adalah drainase yang buruk.

Banyaknya saluran air yang mampet dan tidak dapat mengalir dengan baik akan menyebabkan air tergenang dan menyebabkan jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti bisa berkembang biak dengan baik. Perubahan lingkungan akibat urbanisasl dan pembangunan pemukiman juga menjadi faktor risiko. Banyaknya galian bekas proyek pembangunan atau galian yang tidak tertutup dengan sempurna bisa menjadi faktor penyebab nyamuk mudah berkembang. Berbagai metode untuk mengurangi kasus DBD telah dilakukan, diantaranya dengan memasang kawat nyamuk di ventilasi rumah, menyebarkan vaksin, dan melakukan fogging (penyemprotan).

Pengendalian penyakit DBD hanya diiakukan melalui pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Cara yang paling populer adalah Gerakan 3 M (menguras, menutup dan mengubur), dan terakhir berubah menjadi 3M-Plus (gunakan larvasida, kelambu, kawat kasa, dan obat anti nyamuk). Akan tetapi semua cara ini sudah dianggap tidak efektif dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Di beberapa negara sudah dikenal teknik pengendalian DBD yang dikembangkan oleh Oxitec dari Oxford, Inggris dan Australia, yaitu penggunaan nyamuk Aedes aegypti yang tubuhnya diinfeksi oleh bakteri Wilbachia. Kedua cara terakhir ini pada akhirnya banyak yang menentang karena merupakan hasil rekayasa genetika yang dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif di kemudian hari.

Teknik Serangga Mandul (TSM) adalah teknik yang digunakan untuk memandulkan nyamuk jantan dengan menggunakan radiasi sinar gamma. Tujuan dari teknik tersebut adalah menurunkan jumlah populasi nyamuk dengan cara menyebarkan nyamuk jantan pada habitatnya. Meskipun terjadi perkawinan antara nyamuk jantan dengan nyamuk betina, namun dari perkawinan tersebut tidak akan terjadi pembuahan. Dengan demikian, jumlah populasi nyamuk semakin lama akan semakin menurun.

Menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Sulistio Wisnubroto, TSM merupakan teknologi nuklir yang sudah lebih darl 50 tahun dipakal dl seluruh dunla yang awalnya untuk melawan lalat buah, ngengat dan serangga pengganggu lainnya.

‘Teknologi ini kemudian dikembangkan oleh Badan Tenaga Atom lntemasional untuk melawan penyakit berbasis virus yang dibawa nyamuk. Indonesia bersama Italia, China dan Mauritius dijadlkan plonir untuk program ini,” ujar Djarot.

Teknik serangga mandul memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik Iainnya, diantaranya adalah Iebih murah, ramah Iingkungan dan lebih mudah digunakan. Efektivitas penurunan populasi bisa mencapai 96,35 % pada penyebaran nyamuk jantan minggu ke empat, dapat menahan munculnya kasus baru di atas 7 bulan, dan dapat menghilangkan keberadaan virus yang dianalisis pada tubuh nyamuk setelah pelepasan kedua.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Aplikasi lsotop dan Radiasi (PAIR) sudah melakukan penelitian TSM sejak tahun 2005. Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, BATAN telah mengaplikasikan teknik tersebut di wilayah Jakarta, Salatiga, Tangerang dan Bangka Barat, dan hasilnya berhasil menurunkan populasi nyamuk secara signifikan. Dengan memanfaatkan TSM, diharapkan jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti dapat diturunkan, serta dapat menekan biaya dan terhindar dari bahan kimia berbaya sebagai bahan baku.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *