Teken MoU dengan PT Adaro Minerals, Komitmen Iklim Hyundai Motor Dipertanyakan

Jakarta, MinergyNews– Koalisi organisasi lingkungan dari Indonesia dan Korea Selatan melayangkan kekhawatiran atas nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Hyundai Motor Company dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (AMI). Dalam nota kesepahaman (MoU) tersebut dinyatakan bahwa Hyundai dapat membeli maksimum 100.000 ton aluminium per tahun dari PT Adaro Minerals Indonesia Tbk.

Akibatnya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk berencana membangun PLTU batu-bara baru sebesar 1,1 GW sebagai sumber energi produksi aluminium tersebut. Hal ini sangat bertentangan dengan komitmen iklim Hyundai. Dengan menandatangani nota kesepahaman tersebut, Hyundai gagal memperhitungkan konsekuensi pembangunan PLTU batu-bara baru terhadap iklim dan lingkungan.

Nabilla Gunawan, Campaigner dari Market Forces mengatakan, “Hyundai telah mengingkari komitmen kendaraan ramah lingkungan dengan menggunakan aluminium yang diproduksi menggunakan PLTU batu-bara baru.”

“International Energy Agency mengatakan bahwa seharusnya sudah tidak ada lagi PLTU batu-bara baru jika dunia berniat untuk menghentikan laju kenaikan suhu bumi yang akan menyebabkan bencana besar, seperti banjir dan kenaikan permukaan air laut,” tambah Nabilla.

PT Adaro Minerals Indonesia Tbk melabelkan proyek smelter aluminium ini sebagai proyek ‘ramah lingkungan’, padahal fase awal smelter akan menggunakan tenaga listrik dari PLTU batu-bara baru.

“Rata-rata PLTU di dunia beroperasi sepanjang 46 tahun, artinya akan sulit bagi Hyundai untuk mencapai target karbon netral di tahun 2045 jika Hyundai mengandalkan aluminium yang dihasilkan dari energi batu bara milik Adaro. Konsumen kendaraan listrik pun makin skeptis bahwa tujuan transisi energi masih dikotori oleh pemanfaatan batubara secara masif” ujar Bhima Yudhistira, dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengatakan bahwa “Indonesia tidak membutuhkan PLTU batu-bara baru yang jelas-jelas mengotori dan merusak lingkungan. Perusahaan seperti Adaro memiliki sejarah menghancurkan kehidupan masyarakat dan telah berkontribusi ke bencana lingkungan seperti banjir dan longsor di Kalimantan.”

“Kami sangat khawatir Hyundai menandatangani nota kesepahaman untuk pembelian aluminium yang diproduksi oleh Adaro, ketika sudah jelas bahwa produksi tersebut akan disokong PLTU batu-bara baru. Hyundai seharusnya tidak mendukung aluminium kotor produksi Adaro, dan mendorong investasi yang rendah karbon di Indonesia,” tegas Melky.

Merespon masalah ini, 10 organisasi lingkungan dari Indonesia dan Korea telah melayangkan surat keberatan ke Hyundai pada tanggal 24 Januari 2023. “Kami sudah menyampaikan kekhawatiran kami dan mengirim surat untuk Hyundai di bulan Januari, namun sampai dengan saat ini Hyundai belum membalas surat kami, ” jelas Nabilla.

Saat ini, smelter aluminium milik PT Adaro Minerals Indonesia Tbk diketahui memiliki rencana kapasitas 1.5 juta ton per tahun di tahun 2029. Adaro berencana mengandalkan PLTU batu-bara pada tahap awal, lalu menambahkan kapasitas dari tenaga air di tahap terakhir.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *