Sambangi Kantor KBUMN dan KESDM, Ratusan Pekerja Pertamina Gelar Aksi Tolak Akuisisi dan Penjualan Aset

Jakarta, MinergyNews– Pada hari ini, Jumat (20/7/2018), ratusan pekerja Pertamina menggelar aksi dengan turun ke jalan longmarch dari kantor Pusat Pertamina menuju Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM.

Dalam aksi yang dilakukan ratusan pekerja tersebut tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), menutut beberapa hal penting yaitu terkait dengan penjualan aset Pertamina dan rencana peleburan Pertagas ke PGN.

Presiden FSPPB, Arie Gumelar menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak adanya BUMN Migas seperti yang telah direncanakan oleh pemerintah. Namun, aksi yang dilakukannya hari ini terkait dengan penjualan aset yang mengacu pada Surat Menteri BUMN No. S-427/MBU/O6/2018 tanggal 29 Juni 2018 perihal Persetujuan Prinsip Aksi Korporasi Untuk Mempertahankan Kondisi Kesehatan Keuangan PT Pertamina (Persero).

Arie menjelaskan, penjualan aset Pertamina yang diajukan oleh Direksi yang berupa share down aset hulu dan spin off bisnis Refinery tidak akan menyelesaikan root cause permasalahan keuangan Pertamina yang terjadi akibat kerugian pada salah satu bisnis utama Pertamina (penjualan BBM jenis Solar, Premium dan Pertalite) sehingga mengakibatkan kas operasional negatif.

“Penyelesaian dengan cara menjual aset hanya akan memperbaiki kas operasional Perusahaan yang bersifat sementara dan justru akan jauh lebih merugikan Pertamina ke depan bila aset yang dijual adalah aset yang menguntungkan dan strategis,” ujarnya kepada wartawan.

Selain itu, tambah Arie, terkait dengan penjualan PT Pertamina Gas (Pertagas) sebesar 51% melalui skema akuisisi oleh PGN merupakan proses yang salah dan menodai tujuan holding migas yang bertujuan meningkatkan efisiensi 2 perusahaan, optimalisasi infrastruktur dan kapasitas investasi.

“PGN dimiliki oleh 43% Publik, dan Pertagas dimiliki 100% Pertamina sehingga skema akuisisi menyebabkan pendapatan Pertagas yang semula menjadi milik Negara c.q Pertamina beralih ke Publik,” tuturnya.

Sementara itu, Arie melanjutkan, alih-alih akuisisi, sinergi bisnis dan operasi yang seharusnya lebih diutamakan seperti yang telah dilakukan oleh Pertagas dan atau Pertamina bersama PGN pada Pembangunan Pipa Gas Duri Dumai, Pembagian Wilayah Komersial di Sumatera Utara, serta pembentukan Anak Perusahaan (AP) baru yang bergerak dibidang Regasifikasi LNG.

“FSPPB juga menyoroti rencana atau uulan aksi korporasi dilakukan ketika jabatan strategis Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan President Director PT Pertamina Gas dalam kondisi kosong serta Dibubarkannya Direktorat Gas,” katanya.

Oleh karena itu, dirinya melalui FSPPB berpendapat bahwa Direktorat Gas yang merupakan bisnis masa depan Pertamina dalam Holding Migas dibubarkan, dan Jabatan Strategis Direktur Utama Pertamina serta President Director Pertagas kosong. Serta segala keputusan terkait Holding Migas termasuk di dalamnya Penjualan Pertagas melalui Akuisisi dilakukan pada saat Jabatan penting tersebut dalam posisi kosong dan digantikan dengan Pejabat sementara.

“Sebagai sebuah Perusahaan yang memegang tugas serta tanggung jawab sebagai tulang punggung energi di Indonesia, sudah seharusnya Pertamina memiliki Nakhoda yang definitif, prudent dan kompeten dalam menjalankan bisnis di Pertamina.” tutup Arie.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *