Jakarta, MinergyNews– Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kerawanan tinggi terkait dengan penyalahgunaan narkotika dan obat – obatan terlarang (narkoba). Bahkan status Indonesia kini masuk dalam level darurat narkoba. Hal ini tidak lepas dari banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba baik yang sudah terungkap maupun yang belum terungkap.
Maraknya penyelundupan narkoba ke Indonesia dari berbagai negara akibat Indonesia dianggap sebagai pasar potensial lantaran jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa. Kondisi geografis yang sangat luas juga membuat akses penyelundupan narkoba lebih mudah karena dapat disebar ke berbagai titik. Hal ini diperparah dengan penegakan hukum yang belum efektif menimbulkan efek jera bagi para pengguna, pengedar ataupun produsennya.
“Peredaran narkoba di Indonesia beraneka ragam modus dan caranya, mulai kasus permen narkoba yang sempat viral di masyarakat ternyata hanya hoax tapi memang perlu waspada sebab motifnya tidak hanya bisnis saja tapi untuk memperlemah generasi muda,” kata Kombes Pol Cahyo Budi Siswanto, Kabag Mitra Ro Penmas Divhumas Polri dalam forum Promoter dengan tema “Menanggulangi Bahaya Narkoba Untuk Menyelamatkan Generasi Muda Indonesia” di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta Selatan, Rabu (3/10).
Dia menambahkan, sasaran peredaran dan penggunaan narkoba cenderung diarahkan untuk generasi muda. Hal ini dimaksudkan untuk memperlemah geneasi muda sehingga dapat mengancam nasib sebuah negara di masa mendatang.
“Sungguh sangat mengkhawatirkan, kita menyatakan perang dengan narkoba tapi kenyataaanya efek jera tidak terlihat. Tindakan tegas yang dilakukan Polri sampai dengan hukuman mati tidak beri efek jera,” pungkasnya.
Sementara itu, Dirtipidnarkoba Bareskrim Eko Daniyanto, mengatakan perlu upaya bersama dari berbagai pihak termasuk kalangan keluarga untuk mencegah agar persoalan kejahatan narkoba bisa ditekan. Strategi penanggulangan kejahatan narkoba yang dilakukan Polri meliputi tiga tahapan yaitu represif, preventif dan pre emtif. Narkoba ditetapkan sebagai musuh bersama dimana penanggulangannya harus melibatkan multistake holder.
Data dari Polri menyebutkan, pengungkapan kasus narkoba sejak 2016 trennya mengalami peningkatan. Pada 2016 kasus narkoba yang diungkap sebanyak 47.767 dan 2017 meningkat menjadi 50.474 kasus. Sementara di 2018 sementara ini sebanyak 22.595 kasus.
“Namun begitu, potensinya akan terus bertambah lantaran jumlah tersangka yang masih berjalan kasusnya tahun 2018 sendiri tercatat sebanyak 28.755 kasus,” ulasnya.
Terkait dengan kejahatan narkoba di Indonesia ternyata banyak kasus yang melibatkan warga negara asing (WNA). Pada 2016 sebanyak 133 orang, kemudian 2017 sebanyak 136 orang dan untuk 2018 sementara berjumlah 60 orang. “WNA yang terlibat hampir merata dari berbagai negara di berbagai benua, namun yang terbanyak berasal dari negara – negara di kawasan Asia,” kata dia.
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM), Tetty Helfery Sihombing, mengatakan kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia menjadi sebuah fenomena gunung es. Kasus yang berhasil diungkap ke publik oleh otoritas sebenarnya masih sangat kecil dibandingkan jumlah yang belum terungkap.
BPOM menyebut akibat penggunaan narkoba setidaknya 50 orang meninggal setiap harinya dan 4,2 juta pengguna dapat direhabilitasi. Sementara 1,2 juta pengguna lainnya tidak dapat direhabilitasi.
“Akibat narkoba secara keekonomian kasus-kasus kejahatan internasional ini merugikan hingga Rp63,1 triliun,” kata Tetty.
Mudahnya publik menemukan narkoba khususnya golongan I seperti shabu, heroin, ganja atau ekstasi karena bisa diperoleh melalui pelayanan kefarmasian. Obat-obatan itu kerap digunakan untuk campuran pada minuman energy drink. Hal ini tentu sangat berbahaya dan perlu perhatian serius dari semua pihak.
Pihaknya merekomendasikan agar ada upaya bersama lintas sektoral untuk melakukan aksi nasional pemberantasan obat ilegal dan penyalahgunaan obat terlarang. Selain itu diperlukan upaya pengembangan dan implementasi food defense sepanjang rantai pangan. Sebab beredar isu yang belakangan muncul bahwa narkoba sudah dimasukkan ke dalam makanan atau minuman ringan (snack) anak-anak sekolah.
“Meskipun hal itu negatif tetap diperlukan upaya pemahaman bersama terkait jenis narkoba dan dampak yang ditimbulkannya,” pungkas Tetty.