Jakarta, MinergyNews– Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif kembali menyaksikan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG) dalam rangka implementasi Keputusan Menteri ESDM No. 89.K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Penandatanganan PJBG kali ini dilakukan antara PT PGN (Persero) dengan PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) dan PT Pertagas Niaga dengan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), melalui video conference, Senin (31/8).
Menteri ESDM berharap, industri yang memiliki multiplier effect yang baik, seperti industri pupuk dapat diutamakan. Dirinya mengatakan, seluruh pihak terkait harus dapat melakukan sinergi dan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan perusahaan.
“Kita harapkan ke depan ini, kepentingan utama industri-industri yang memang bisa memberikan nilai tambah, menyerap banyak tenaga kerja, yang memberikan dampak multiplier effect yang besar, seperti industri pupuk, yang produknya pasti akan menggerakkan sektor ekonomi di bidang pertanian dan perkebunan, melibatkan sekian puluh juta tenaga kerja, ini yang harus selalu bisa kita jaga,” tegas Menteri Arifin.
Kebijakan Pemerintah ini pun diapresiasi oleh Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Bakir Pasaman. Bakir mengungkapkan rasa terima kasih dan apresiasi kepada Kementerian ESDM terkait penyesuaian harga gas untuk industri pupuk yang diperoleh dua anggota holding, yakni PKC dan PIM.
“Terima kasih kepada Bapak Menteri ESDM dan Kementerian ESDM, juga kepada SKK Migas, sehingga perjanjian jual beli gas ini dapat terlaksana, sebagai langkah konkrit dari Perpres No. 40/2016 dan Permen ESDM No. 8/2020. Alhamdulillah industri pupuk kini dapat memperoleh gas alam sebagai bahan utama dengan harga yang lebih kompetitif dari yang sebelumnya. Kedua perjanjian ini tentunya tak lepas dari kombinasi upaya keras dan dorongan dari tim di Kementerian ESDM, SKK Migas, dan perusahaan terkait, baik itu dari Pertamina, PGN, Pertagas Niaga, maupun dari produsen pupuk. Untuk itu kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala upaya bapak ibu sekalian,” ujar Bakir.
PJBG ini, ujar Bakir adalah penuntasan dari persoalan industri pupuk selama bertahun-tahun, yakni terkait harga dan pasokan gas. Dengan adanya penandatanganan ini, operasional pabrik diakuinya akan lebih optimal dan efisien.
“Perjanjian-perjanjian ini tentunya merupakan penuntasan dari persoalan yang sudah bertahun-tahun kita alami terkait dengan harga dan pasokan gas bagi industri pupuk. PIM kini dapat memperoleh tambahan pasokan gas dengan harga yang lebih kompetitif, sehingga operasional pabrik bisa lebih optimal dan efisien. Begitu juga dengan Pupuk Kujang yang mendapatkan tambahan pasokan dari realokasi gas dari Sumatera Selatan. Hal ini sangat menggembirakan bagi kami, karena berarti kami bisa menjalankan pabrik dengan lebih baik, dan dengan penghematan biaya yang signifikan,” jelasnya.
Bakir juga menambahkan, dengan adanya jaminan alokasi dan harga gas yang lebih kompetitif akan mendorong peningkatan daya saing industri pupuk dan mengurangi beban subsidi pemerintah.
“Bagi kami di industri pupuk, jaminan gas dan harga yang lebih kompetitif ini tentunya akan memberikan kontribusi efisiensi terhadap beban subsidi pemerintah dan juga mendorong peningkatan daya saing. Penghematan subsidi yang dihasilkan dari penghematan harga gas ini mencapai Rp 1,4 triliun pertahun untuk keseluruhan Pupuk Indonesia grup,” imbuh Bakir.
PJBG antara PGN dan Pupuk Kujang hari ini menyepakati alokasi gas ke Pupuk Kujang Cikampek sebesar 12 BBTUD untuk tahun 2020 dan 25 BBTUD untuk tahun 2021, dengan harga gas USD 6,0/MMBTU. Estimasi pengaliran gas dimulai Triwulan IV 2020, setelah Turn Around Maintenance Plant Pupuk Kujang, hingga Triwulan IV 2021.
Sementara, kebutuhan PIM akan dipasok dari sumber gas Medco dengan volume 54 BBTUD dengan kontrak suplai selama 13 tahun, yang dapat mulai dialirkan pada Juni 2020 hingga Mei 2033. Adapun pengaliran gas Medco ke PIM dilakukan melalui mekanisme operasi yang terintegrasi PGN Grup untuk menjamin kestabilan suplai demand di Sumatera Bagian Utara dengan melibatkan berbagai sumber gas seperti PHE, LNG dan demand lainnya selain PIM yaitu industri dan PLN.
Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, gas bumi merupakan komoditas yang sangat penting. Penggunaan gas bumi pun meningkat setiap tahunnya.
“Gas ini memang merupakan suatu komoditas yang sangat penting, karena memang saat ini pemakaiannya pun sudah mulai meningkat di dalam negeri. Tahun 2019 tercatat konsumsinya 64,9 persen, dan ini akan terus meningkat menjadi 68% pada tahun 2024. Jadi di sini pembangkit listrik, kemudian industri itu yang menjadi motor konsumen utama. Jadi sangat penting,” ujar Menteri Arifin.
Hilirisasi produk gas bumi pun, menurut Menteri ESDM sama pentingnya. Saat ini, menurutnya, dengan adanya inovasi teknologi, kebutuhan akan produk gas bumi semakin meningkat, seperti pemanfaatan biofuel 30% (B30) yang membutuhkan methanol, yang merupakan produk dari hilirisasi gas bumi.
“Hilirisasi dari produk gas ini sangat penting kita lakukan, karena sekarang ini ternyata dengan terjadinya beberapa perubahan-perubahan, maka kebutuhan-kebutuhan itu akan semakin meningkat. Contoh, sekarang pemanfaatan biofuel, jadi B30 berkembang cukup baik dan juga bisa menghasilkan output yang bisa menggantikan ketergantungan kita terhadap solar. Ini membutuhkan juga bahan baku samping, antara lain butuh metanol. Jadi gas ini sangat vital, bisa dibikin macam-macam produk. Untuk itulah kita perlu berkoordinasi, bagaimana kita bisa merencakanan pengembangan industri kimia ini berbasis gas ke depan,” pungkas Menteri Arifin.