Jakarta, MinergyNews– PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN energi telah memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya peningkatan Gross Domestic Product Indonesia yang pada 2016 diperkirakan mencapai US$940,95 miliar.
Hal itu dikemukakan oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto ketika menyampaikan sambutan kunci pada pembukaan Pelatihan bertema Advancing Accountable Resources Governance in Asia Pacific yang diselenggarakan oleh FISIPOL Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hari ini, Rabu (11/01).
Hadir dalam pelatihan tersebut Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo, Koordinator Tim Sumber Daya Alam Direktorat Litbang KPK Dian Patria, Guru Besar Fakultas ISIPOL UGM Prof. Purwo Santoso, beserta para pakar, praktisi, akademisi, dan peneliti di sektor industri ekstraktif di Asia Pasifik.
Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk menguatkan kapasitas pemangku kepentingan untuk akuntabilitas tata kelola industri ekstraktif dan membangun jejaring multi pihak untuk meningkatkan kualitas tata kelola industri ekstraktif di Asia Pasifik. Pelatihan yang telah memasuki tahun keempat tersebut diikuti oleh 26 peserta dari 10 negara, meliputi Indonesia, Myanmar, Vietnam, Filipina, India, Timor Leste, Mexico, Mongolia, Afghanistan, Australia.
Dalam paparannya yang bertajuk Peran dan Kontribusi Pertamina Bagi Indonesia, Dwi Soetjipto mengatakan GDP suatu negara dipengaruhi oleh empat komponen, yaitu consumer spending konsumsi masyarakat, belanja pemerintah, investasi dan selisih antara ekspor dikurangi impor. Dalam konteks keempat komponen tersebut, jelasnya, Pertamina berperan cukup dalam sehingga memberikan pengaruh terhadap GDP Indonesia.
Dia menjabarkan dalam hal konsumsi masyarakat, harga BBM yang kompetitif ikut merangsang kegiatan ekonomi masyarakat. Ditambah lagi dengan penerapan BBM Satu Harga di seluruh Nusantara yang disamping memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat, juga berperan untuk menstimulasi kegiatan perekonomian masyarakat.
“Dengan BBM Satu Harga, masyarakat merasakan betul dampak positifnya. Dengan harga BBM yang lebih terjangkau, masyarakat menjadi lebih leluasa dalam melakukan aktivitas ekonomi, lebih produktif dan distribusi barang menjadi lebih efisien sehingga memengaruhi harga-harga barang lainnya,” terang Dwi seperti yang dikutip dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Dari aspek belanja pemerintah, Pertamina telah berperan untuk mendukung anggaran negara melalui kontribusi dividen dan pajak. Hingga November lalu misalnya, Pertamina telah menyetor pajak tidak kurang dari Rp58 triliun.
Selanjutnya komponen investasi, di mana Pertamina telah memiliki rencana investasi lebih dari US$100 miliar hingga tahun 2025. Investasi tersebut dialokasikan untuk berbagai lini usahanya, termasuk pembangunan infrastruktur energi yang tidak hanya berperan penting untuk ketahanan energi nasional tetapi juga dalam penyerapan tenaga kerja.
Adapun, komponen terakhir mengenai selisih ekspor dan impor yang ditunjukkan dengan penurunan volume impor sejumlah produk bahan bakar. “Yang mengalami penurunan impor signifikan di antaranya Solar.”
Ditambah lagi, lanjut Dwi, dengan proyek Refinery Development Master Plan dan Grass Root Refinery, diharapkan juga dapat mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional dan membebaskan Indonesia dari ketergantungan impor produk BBM pada 2023. (us)