Jakarta, MinergyNews– Pekerja Pertamina sebagai anggota Serikat Pekerja Pertamina Unit Pemasaran III (SPP UPms III) yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) kecewa atas keputusan Pemerintah yang akan mengalihan proses bisnis LNG ke PGN dan memperpanjang kontrak pengelolaan blok Corridor kepada kontraktor eksisting, yaitu ConocoPhillips untuk 20 tahun kedepan mulai tahun 2023.
Sebagaimana diketahui bahwa PERTAMINA adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki wewenang untuk mengelola sektor hulu dan hilir minyak dan gas bumi Indonesia, untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai UUD RI Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 3 :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Terkait rencana penyerahan bisnis LNG ke PGN, SPP Upms III menyampaikan sebagai berikut :
- Produksi LNG Indonesia saat ini sebesar 16 MT sekitar 7 % LNG Dunia dan cadangan gas nasional sebesar 135 TSCF. Indonesia menjadi eksportir LNG “Terbesar kelima” setelah Qatar, Malaysia, Australia dan Nigeria. Kapasitas Kilang LNG Indonesia sebesar 28,7 MTPA artinya masih ada potensi untuk meningkatkan penjualan dari hasil produksi baik untuk domestik ataupun pasar export.
- Pangsa pasar export LNG Indonesia adalah kawasan Asia Pasifik dan Amerika Utara. Negara importir pengguna LNG kita adalah Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, Mexico, Thailand, India dan UEA.
- Pasokan LNG ke pasar dunia meningkat sekitar 12 % per tahun. Volume perdagangan LNG tahun 2017 meningkat menjadi 293,1 MT atau meningkat sebesar 35,2 MT dari tahun 2016. Pertumbunan pasokan LNG merupakan respon terhadap pertumbuhan pasar di Asia untuk memenuhi permintaan China dan Korea Selatan.
- Kedepan kebutuhan gas akan semakin besar seiring dengan kepedulian lingkungan dan perubahan pola pasar atau pemain LNG Dunia.
- Untuk Bisnis LNG saat ini PERTAMINA mendapatkan wewenang sebagai :
- Penjual Bagian Negara (melalui Tim LNG Commercial) untuk WK tertentu yang dilakukan melalui penjualan secara tender dan beauty contest (penjualan term dan penjualan spot/strip deal).
- Pengelola LNG Portofolio (Tim LNG Business Commercialization) yang dilakukan untuk pengelolaan LNG Domestik melalui Pembelian LNG yang dilakukan dengan cara Bilateral B2B- tender dan beauty contest dan penyediaan kebutuhan LNG Global melalui optimasi Penjualan LNG dengan cara sesuai bisnis yang ada.
- Konsekuensi yang didapat dari wewenang bisnis yang diberikan pada PERTAMINA sebagai berikut :
- Karena bisnis LNG merupakan bisnis jangka panjang yang usia kontraknya bisa mencapai 20-30 tahun maka harus ada kejelasan kontrak jangka panjang antara seller – buyer.
- Komitmen dan penanganan bisnis LNG telah diakui secara international sebagai exportir terbesar ke lima sehingga reputasi dalam Bisnis LNG telah mencapai world class energy company.
- Pengelolaan volume Portofolio LNG mencapai puluhan milyar USD dari sumber domestik maupun internasional.
- Atas penjualan volume Portofolio LNG Pertamina, potensi margin sebesar ± 10 persen.
- Pengelolaan volume LNG hulu (sebagai penjual LNG bagian negara) senilai puluhan Milyar USD per tahun yang bersumber dari LNG Bontang dan sebagian dari Tangguh. Atas pengelolaan dan penjualan LNG hulu (sebagai penjual LNG bagian negara), potensi mendapatkan fee.
Pengalihan bisnis gas existing, LNG existing, Jargas dan SPBG dari PERTAMINA ke PGN akan menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik (Pengusaha Swasta/Lokal/Asing) di PGN sebesar 43,04 %.
“Pekerja Pertamina sebagai anggota Serikat Pekerja Pertamina Unit Pemasaran III (SPP UPms III) yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyatakan bahwa Bisnis LNG merupakan bisnis masa depan perusahaan yang harus dijaga eksistensinya sehingga negara akan mendapatkan 100 % keuntungan yang digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.”
Sedangkan terkait keputusan Pemerintah yang memperpanjang kontrak pengelolaan blok Corridor kepada kontraktor eksisting, yaitu ConocoPhillips untuk 20 tahun kedepan mulai tahun 2023, kami sampaikan sebagai berikut :
- Keputusan tersebut telah melanggar Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 setelah Permen ESDM nomor 23 tahun 2018 dibatalkan oleh hasil gugatan FSPPB ke Mahkamah Agung pada November 2018 lalu. maka semua kebijakan Kementerian ESDM harusnya berpedoman pada Permen ESDM nomor 30 tahun 2016 dan Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 yang memberikan hak istimewa kepada Pertamina untuk menjadi operator blok migas yang akan berakhir kontrak kerja samanya. Selain itu Pemerintah juga harus mempertimbangkan alasan-alasan kenapa harus menunjuk Pertamina 100% dalam pengelolaan blok migas terminasi antara lain:
- Memperbesar kontribusi NOC dalam produksi migas nasional sehingga meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi;
- Pertamina adalah BUMN, yang berarti 100 persen keuntungan akan masuk ke negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
- Pertamina sudah terbukti dan berpengalaman mengelola blok di onshore maupun offshore hasil alih kelola sebelumnya, bahkan mampu meningkatkan produksi migas di blok-blok tersebut.
- Keputusan ini juga akan menyandera Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan karena ketergantungan supply gas dari Blok Corridor, Dimana supply gas tersebut amat vital dalam operasional Blok Rokan dan Kilang Dumai. Saat ini Blok Corridor menyumbang sekitar 17% dari total produksi gas di Indonesia, hingga April 2019, produksi gas Lapangan Grisik, Blok Corridor, mencapai 1.028 mmscfd (1 BCF per hari). Sedangkan lifting gas sebesar 834 mmscfd.
- Para pejabat pengambil keputusan tidak paham amanat pasal 33 UUD 1945. Menteri ESDM mengabaikan kedaulatan energi dan hanya mengedepankan aspek bisnisnya saja dalam pengelolaan blok migas. Kementerian ESDM juga tidak mempu melawan intervensi asing khususnya Amerika Serikat dalam mengambil keputusan strategis untuk kepentingan bangsa.
- SPP UPms III menyayangkan Kepala SKK Migas sebagai mantan Dirut Pertamina yang seharusnya paham bisnis migas dan kondisi internal Pertamina tidak berpihak kepada Pertamina.
- SPP UPms III juga kecewa dengan kinerja direksi dan komisaris Pertamina yang tidak berusaha keras memperjuangkan pengambilalihan blok Corridor 100 persen Pertamina. Seperti diketahui Wakil Komisaris Utama Pertamina juga menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM.
- Keberadaan Direksi Pertamina yang bukan berasal dari internal Pertamina terbukti tidak memberikan dampak penguatan terhadap bisnis Pertamina bahkan cenderung lembek menghadapi kebijakan-kebijakan Pemerintah yang tidak pro kepada Pertamina dan kedaulatan energi.
Belum selesai kedua masalah di atas, muncul lagi surat dari Menteri BUMN kepada Menteri Perhubungan terkait pembentukan holding Badan Usaha Penerbangan, di mana PT. Pelita Air, yang saat ini dimiliki 100% oleh Pertamina, akan diambil paksa dari Pertamina dan dijadikan anak usaha PT. Angkasa Pura II sebagai Holding Bisnis Penerbangan.
Pertamina butuh direksi dan komisaris yang struggle, karena tantangan dunia migas kedepan sangat berat. Banyak upaya-upaya pengkerdilan Pertamina oleh pihak pihak tertentu. Pertamina butuh direksi dan komisaris yang mencintai Pertamina serta bisa bekerja sama dengan FSPPB dan anggotanya dalam upaya menjaga kelangsungan bisnis perusahaan.
Terkait dengan hal-hal tersebut, SPP UPms III menyampaikan tuntutan sebagai berikut:
- Pemerintah Republik Indonesia wajib mempertahankan proses bisnis LNG pada PERTAMINA yang keuntungannya 100% untuk kemakmuran rakyat dimana saham 100 % milik negara.
- Meminta Pemerintah Republik Indonesia (cq. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk memastikan PERTAMINA dapat menyusun program kerja rencana Bisnis LNG yang mendukung Security of Supply Nasional baik jangka pendek ataupun jangka panjang karena proses bisnis LNG yang bersifat jangka panjang untuk tetap menjaga kedaulatan energi nasional.
- Mendesak Pemerintah untuk menghentikan segala upaya pengalihan proses bisnis LNG yang dilakukan melalui Holding Migas ke PGN karena menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik (Pengusaha Swasta/Lokal/Asing) di PGN sebesar 43,04 %.
- Pemerintah membatalkan keputusan perpanjangan Kontrak Kerja Sama Wilayah Kerja Blok Corridor kepada ConocoPhillips selanjutnya memberikan 100 persen hak pengelolaannya kepada PT Pertamina (Persero).
- Kementerian BUMN segera mengganti Direktur Utama dan Direktur Hulu PT PERTAMINA (Persero) karena telah gagal merebut blok Corridor.
- KPK segera melakukan audit investigasi atas keputusan Menteri ESDM tersebut.
- STOP!! Segala upaya pengkerdilan dan pelemahan Pertamina. Beri kesempatan seluas-luasnya kepada Pertamina untuk mengembangkan Bisnisnya.
Demikian tuntutan ini disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia dengan harapan hal dimaksud dapat dipenuhi dalam rangka membangun kedaulatan energi yang pada gilirannya akan mampu memperkuat ketahanan nasional.
Apabila tuntutan tidak dipenuhi maka kami akan melakukan “perenungan kreatif”. Seluruh pekerja Pertamina dari Sabang sampai Merauke secara serentak akan meninggalkan pekerjaannya beberapa jam untuk bersama sama merenung. Apa yang salah dengan pekerja, apa dosa rakyat Indonesia sehingga Pemerintah lebih pro kepada Perusahaan Migas asing.
Salam Indonesia Bermartabat dan Prestasi Mendunia !!!
Serikat Pekerja Pertamina UPms III,
Ketua Umum,
Aryo Wibowo