Jakarta, MinergyNews– Ketahanan energi dan stabilitas pendanaan menjadi dua prinsip penting di bawah tema ‘epicentrum of growth’ pada agenda Keketuaan ASEAN 2023. Untuk mempercepat dan memperkuat transisi energi di kawasan ASEAN dibutuhkan pendanaan inovatif.
Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, dalam sambutannya pada seminar ASEAN Chairmanship 2023 berjudul “Sustainable Energy Financing and Mobilization of Energy Investment in ASEAN” di Jakarta, Selasa (27/6), mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen penuh untuk mencapai hasil-hasil penting di sektor energi, mengingat pentingnya masa depan energi bersih.
Pemerintah Indonesia, Dadan mengatakan, secara aktif bekerja untuk mencapai tujuan energi bersih, termasuk mengembangkan konsep yang jelas untuk Energy Transitions Sustainable Finance, membangun peta jalan energi terbarukan jangka panjang, menjembatani kesenjangan antara keputusan di tingkat kebijakan dan praktik investasi yang sebenarnya, serta menciptakan jalur yang jelas untuk interkonektivitas listrik regional.
“Transisi energi sangat spesifik untuk masing-masing negara. Maka dari itu, berbagai sumber energi, teknologi, dan pembiayaan harus dipertimbangkan untuk memastikan transisi energi yang adil, inklusif, terjangkau, dan aman, sesuai dengan keadaan masing-masing negara,” ujar Dadan.
Menurut Laporan IRENA, untuk melaksanakan transisi energi, ASEAN membutuhkan pembiayaan mencapai USD29,4 triliun pada 2050, dengan skenario peningkatan suhu maksimal 1,5 derajat celcius, dengan 100 persen energi terbarukan. Investasi tersebut dialokasikan untuk ketenagalistrikan melalui pengembangan solar PV, pembangkit listrik tenaga air, dan energi terbarukan lainnya. Kemudian untuk jaringan dan fleksibilitas melalui transmisi nasional dan internasional, distribusi, dan penyimpanan. Selanjutnya, pembiayaan untuk pasokan biofuel serta kendaraan dan pengisian baterai kendaraan listrik. Selain itu juga mempertimbangkan perspektif pembiayaan yang lebih luas, meliputi biaya bahan bakar, operasional, dan pemeliharaan.
“Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan sebesar ini, kita harus meningkatkan investasi energi bersih dan aliran keuangan melalui penguatan alur proyek, peningkatan kerangka kebijakan dan peraturan, termasuk mekanisme pengurangan risiko, mempersiapkan proyek bankable yang berkualitas tinggi, serta memangkas proses persetujuan,” tukas Dadan.
Dadan menambahkan, penguatan analisis pembiayaan dan investasi energi bersih dari semua sumber pembiayaan publik dan swasta dibutuhkan untuk memenuhi akses energi dan tujuan transisi energi, serta mengidentifikasi cara-cara pembayaran potensial yang akan menurunkan biaya adopsi teknologi.
“Kita dapat mengembangkan solusi pembiayaan skala besar yang berkelanjutan dan inklusif dapat dikembangkan melalui dialog dan aksi lebih lanjut antara investor institusional, Multilateral Development Banks, institusi pembiayaan lain, industri, dan pembuat kebijakan untuk meningkatkan kolaborasi, mengidentifikasi opsi pembiayaan yang inovatif, dan meningkatkan pendekatan yang cocok untuk pembiayaan energi hijau dan transisi energi,” tegasnya.
Dadan juga menyambut baik berbagai bentuk inisiatif kerja sama dan kemitraan baru, dalam mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk mempercepat transisi energi, termasuk antara negara maju dan negara berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.
“Pada KTT G20 tahun lalu di Bali, Jepang telah meluncurkan inisiatif AZEC. AZEC diharapkan dapat menjadi kekuatan pendorong bagi kemitraan yang lebih luas di antara negara-negara ASEAN untuk menerapkan transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif menuju karbon netral. Kita dapat mengambil tindakan melalui platform AZEC dalam mengembangkan infrastruktur energi terbarukan secara besar-besaran, penelitian dan pengembangan, mengembangkan teknologi yang terjangkau dan industri pendukung yang kuat,” pungkas Dadan.
Gandeng Asean dan Australia
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, momentum ASEAN ini harus dimanfaatkan untuk ekonomi yang transformatif bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya, kolaborasi yang kondusif di kawasan ASEAN sangat diperlukan.
Febrio juga menyebutkan bahwa Indonesia telah memiliki ETM (Energy Transition Mechanism), kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia yang akan segera meluncurkan investment plan pada bulan Agustus 2023, serta voluntary carbon market yang rencananya akan diluncurkan sebelum akhir tahun ini.
Pada acara yang sama, Presiden Sustainable Development Solutions Network (SDSN)Jeffrey Sachs menekankan, pentingnya transformasi ekologi dan pembiayaan berkelanjutan. Ia menambahkan, setiap negara membutuhkan strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tengah abad ini.
Strategi-strategi yang telah dibuat oleh Indonesia, lanjutnya, harus dikoneksikan dengan fokus terkait strategi untuk energi di kawasan ASEAN dan Australia melalui blended financing.
Senada, CEO Centre for Policy Development (CPD) Andrew Hudson menyepakati hal tersebut. Menurutnya, kawasan ASEAN dan Australia yang tengah menghadapi transisi iklim harus bangun kepercayaan satu sama lain, dan Indonesia diperkirakan akan membutuhkan pendanaan sebesar 1 triliun hingga tahun 2060 untuk mencapai transisi yang sukses.
Andrew meyakinkan bahwa Australia adalah mitra dialog pertama ASEAN dan mendukung perjalanan dekarbonisasi kawasan ASEAN. Dia melanjutkan, acara seminar seperti hari ini akan menjadi bagian dari serangkaian acara Energy Transition Policy Development Forum.
Seminar ASEAN Chairmanship 2023 berjudul “Sustainable Energy Financing and Mobilization of Energy Investment in ASEAN” ini terdiri atas dua diskusi panel dengan tema “Mobilising Public & Private Financing for Sustaining the Energy Transition towards Net Zero Emission in ASEAN” dan “Ensuring a Full Package of Energy Transition Financing in the Southeast Asia Region”.
CPD bersama dengan Climateworks Centre, International Institute for Sustainable Development (IISD), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), dan the Institute for Essential Services Reform (IESR), serta didukung oleh Asia Investor Group on Climate Change (AIGCC), akan bekerja bersama dengan ASEAN Energy Sector Coordinator sekaligus bekerja mempromosikan kolaborasi Australia-Indonesia dan Australia-ASEAN dalam energi bersih di masa depan.