Jakarta, MinergyNews– Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, sebagai negara kepulauan, Pemerintah memfokuskan dalam pengembangan infrastruktur gas termasuk konsep LNG untuk skala kecil dan virtual pipeline. Konsep tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi pada daerah dengan yang miskin sumber energi.
“Konsep LNG untuk skala kecil dan virtual pipeline, selain untuk memenuhi kebutuhan energi daerah yang miskin sumber energi, kebijakan ini juga untuk mensinergikan dengan kearifan energi lokal, khususnya di bagian timur Indonesia,” ungkap Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi, pada acara FGD KADIN Indonesia dengan tema: Membangun Industri Nasional Berkelanjutan Sektor Industri Hulu Migas dan Petrokimia, Kamis (25/1). Hadir dalam acara ini, Direktur Pembinaan Program Migas Budiyantono.
Arcandra memaparkan, Pemerintah telah berusaha sebaik mungkin menyediakan keamanan energi melalui kebijakan energi yang tepat dengan menyediakan jaminan pada empat elemen, antara lain ketersediaan, aksesibilitas, keterjangkauan, dan keberlanjutan di dalam negeri. Terkait gas bumi, Pemerintah juga telah menetapkan regulasi gas bumi terkait prosedur alokasi, penggunaan dan harga.
Saat ini, arah kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan energi adalah untuk menciptakan energi berkeadilan yang dapat memberikan akses energi kepada masyarakat industri dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dilakukan melalui lima pilar utama yaitu: peningkatan rasio elektifikasi, pemerataan & keterjangkauan, keberlanjutan, investasi dan pertumbuhan, serta reformasi birokrasi.
Lebih lanjut Wamen mengungkapkan, penyediaan kebutuhan gas nasional sangat berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur gas nasional. Keadaan saat ini, infrastruktur gas di bagian barat Indonesia telah banyak berkembang dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia. Untuk memperluas penggunaan gas, Pemerintah telah memformulasikan roadmap infrastruktur gas nasional yang berfokus kepada pengembangan infrastruktur di bagian timur Indonesia. “Kedepannya akan lebih banyak dikembangkan regasifikasi dan terminal penerima (receiving terminal) di timur Indonesia,” tambah Arcandra.
Kebijakan gas bumi nasional, lanjut dia, diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri serta mendorong aktifitas ekonomi dan menciptakan nilai tambah. Meski demikian, Pemerintah telah memperhatikan keekonomian dan contract sanctity seluruh lini rantai pasok gas, mulai produksi, pengolahan, penyaluran dan pendistribusiannya.
Pemanfaatan gas bumi domestik saat ini mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan harga minyak dan kebijakan Pemerintah dalam pengaturan subsidi dan harga BBM pada pertengahan tahun 2000-an. Pada saat kebutuhan gas domestik belum berkembang, sebagian besar produksi gas dijual ekspor dengan harga terindeksasi pada harga minyak dengan slope pada kisaran 13-16% terhadap harga minyak. Adapun harga gas untuk industri domestik ditetapkan dengan harga nominal sebesar US$ 3-5 per MMBTU atau setara dengan 40-60% dari harga BBM ditambahkan ekskalasi peningkatan harga tahunan sekitar 2-3% untuk mengakomodasi keekonomian produksi gas dan faktor inflasi.
Dikatakan Wamen, harga gas domestik yang dinikmati industri sangat kompetitif pada era harga minyak tinggi sampai dengan akhir tahun 2014. Kebijakan penetapan harga gas dengan metode nominal dengan ekskalasi kenaikan tahunan ini, menjadikan harganya tidak kompetitif pada saat terjadi anjloknya harga minyak. Namun demikian, pada awal tahun ini harga minyak sudah mulai naik kembali.
Mengakhiri sambutannya, Wamen meminta agar KADIN Indonesia mendukung dan berpartisipasi untuk mendukung penyediaan energi nasional.
Dalam kesempatan tersebut, KADIN Indonesia menilai sektor hulu industri perlu mendapatkan perhatian dalam penataan struktur industri nasional. Selain memasok berbagai jenis bahan baku untuk industri lainnya, industri petrokimia hilir juga menjadi penyuplai berbagai kebutuhan masyarakat. KADIN mengharapkan ketersediaan bahan baku dan energi dengan harga yang kompetitif agar dapat meningkatkan kembali kontribusi sektoral industri petrokimia.