Pengusaha Mineral Butuh Kepastian Soal Larangan Ekspor

Jakarta, MinergyNews–  Kalangan pengusaha mineral meminta agar pemerintah segera menetapkan kebijakan terkait larangan ekspor mineral yang jatuh tempo pada 12 Januari 2017 mendatang. Kepastian hukum menjadi aspek penting bagi pengusaha agar dapat mempersiapkan rencana pengembangan kedepan sesuai arah kebijakan tersebut.

Ketua Asosiasi Smelter Indonesia, R Sukhyar, mengatakan, pihaknya meyakini bahwa pemerintah sedang merumuskan regulasi terkait larangan ekspor. Larangan ekspor, kata dia, mutlak dibutuhkan pengusaha mineral karena sebagian besar sudah mengarah pada implementasi kebijakan hilirisasi melalui pembangunan smelter. Sudah banyak kemajuan dari kebijakan hilirisasi, termasuk smelter yang dibangun sehingga produk olahan seperti nikel dan bauksit yang dihasilkan juga meningkat.

“Terkait dengan regulasi ini, ada dua hal pokok yakni produk hukumnya dan materinya. Yang terpenting materinya tetap konsisten dengan UU Minerba untuk menjaga kepastian usaha dan kepastian hukum,” ujar Sukhyar kepada wartawan di Jakarta.

Sukhyar menambahkan, harusnya sudah tidak ada lagi perdebatan terkait kebijakan yang mendasar dari pelaksanaan hilirisasi. Karena jika diputuskan relaksasi, hal itu merupakan langkah mundur. Semangat untuk menciptakan industrialisasi di sektor sumber daya alam tambang tidak akan tercapai.

Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Bauksit Indonesia (AP3I), Jonathan Handojo, menambahkan, kepastian hukum memang mutlak bagi pengusaha. Karena itu, ketegasan pemerintah harus ada dalam menjaga kepastian hukum.

“Hal terpenting adalah tidak ada lagi relaksasi mineral mentah, semua sudah harus dilakukan pengolahan di dalam negeri. Jangan sampai kebijakan yang ditetapkan pemerintah mendadak dan menyebabkan pengusaha mineral kesulitan dalam memenuhi amanat meningkatkan nilai tambah dari sektor mineral di dalam negeri,” kata Jonathan.

Sementara itu, lanjut dia, investasi yang sudah digelontorkan pun tidak sedikit, sehingga jika terjadi perubahan kebijakan yang signifikan dan sifatnya merusak iklim investasi, dipastikan investasi smelter bakal menjadi tidak menarik dan merugikan Indonesia.

“Pemerintah mendapat pemasukan berupa royalti senilai US$ 480 juta dan US$ 304 juta dari PNBP. Ini nilai yang tidak kecil, selain nilai tambah dari pengolahan dan pemurnian yang sudah terjadi oleh kegiatan hilirisasi. Kami tetap akan berjuang agar UU Minerba dipertahankan,” tegasnya.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *