“Ini jalinan kerja sama yang luar biasa bagi Indonesia dengan para mitra yang memiliki visi yang sama untuk membangun Indonesia. Indonesia sebagai negara yang menjadi salah satu pertumbuhan ekonomi dunia, penting dijaga bersama-sama. Karena faktanya, dengan situasi global saat ini, pertumbuhan ekonomi menjadi kunci untuk menjaga warga dan masing-masing negara untuk mendapatkan hal yang lebih baik dalam menghadapi ketidakpastian saat ini,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad-Interim Erick Tohir saat peluncuran Investment and Policy Plan (CIPP) Pelaksanaan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transitions Partnership/JETP) di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (21/11).
JETP dioptimalkan sebagai salah satu jembatan Indonesia dalam mendorong transisi energi sesuai dengan komitmen yang sudah tertuang dalam target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) dan upaya Indonesia mencapai net zero emission di tahun 2060 atau lebih cepat.
“JETP merupakan salah satu upaya Indonesia dalam mendorong percepatan transisi energi sesuai dengan komitmen yang sudah tertuang dalam target ENDC yang dalam aspirasi Indonesia kita dapat mencapai NZE di tahun 2060,” tutur Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Rampungnya rumusan skenario dekarbonisasi, daftar proyek prioritas dan mekanisme pembiayaan yang dituangkan dalam dokumen CIPP dinilai oleh pemerintah sebagai komitmen JETP dalam membantu Pemerintah Indonesia sebagai dasar perencanaan dan pengambilan kebijakan di sektor ketenagalistrikan yang berbasis energi hijau.
Sejalan dengan itu, Kementerian ESDM sudah mempersiapkan peta jalan net zero emission sektor energi yang diharapkan dapat menjadi landasan transisi energi sampai dengan 2060. Target JETP dianggap lebih ambisius dan lebih tinggi dari target yang tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Peta Jalan Net Zero Emission (NZE) sektor energi.
“Target-target JETP ini merupakan target kondisional yang hanya bisa dicapai melalui kerja sama teknis dan pendanaan para pihak,” ujar Arifin.
Katalis Investasi
Adanya kerja sama JETP diharapkan dapat mengkatalisasi investasi dan dukungan yang jauh lebih besar ke depannya. Khususnya, dapat memprioritaskan dukungan dan investasi bagi fondasi dari transisi energi itu sendiri, yaitu pengembangan dan penguatan jaringan transmisi.
“Karena tanpa transmisi, tidak ada transisi. Selain itu, kerjasama teknis dan pendanaan dibutuhkan untuk dapat mempercepat upaya pelaksanaan proyek prioritas yang sudah di identifikasi dalam dokumen CIPP dalam semua area investasi,” imbuhnya.
Jalinan mitra kerja juga dibutuhkan demi memastikan transisi energi dapat memperhatikan seluruh aspek sosio ekonomi dan lingkungan sebaik-baiknya, sehingga transisi energi dapat berlangsung secara berkeadilan.
“Dukungan dari para negara sahabat yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), institusi finansial, pelaku usaha termasuk para perusahaan milik negara dan pihak swasta serta tentunya kementerian dan lembaga terkait dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci dalam mencapai tujuan transisi energi di Indonesia,” tambah Arifin.
Bagi Arifin, peresmian dokumen CIPP mengawali babak implementasi dari kerja sama dengan pihak JETP. “Kini saatnya merealisasi komitmen yang sudah disepakati bersama dan mewujudkan transisi energi yang ambisius dan berkeadilan bagi Indonesia,” tegas Arifin.
Kesepakatan JETP terjalin antara Indonesia dengan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang dan beranggotakan Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norway, Prancis, dan Uni Eropa.
“Terima kasih kepada seluruh pihak, khususnya para negara sahabat atas inisiasinya untuk membangun kemitraan global transisi energi berkeadilan,” apresiasi Arifin.
Komitmen pendanaan yang disepakati dalam pernyataan bersama awalnya bernilai 20 miliar dolar AS, namun kini dengan berbagai penambahan telah mencapai 21,6 miliar dolar AS, dimana 11,6 miliar dolar AS bersumber dari dana publik negara-negara IPG, sedangkan 10 miliar dolar AS akan berasal dari bank-bank internasional yang bergabung dalam Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) working group.
Dokumen CIPP merumuskan skenario dekarbonisasi yang telah merumuskan target kondisional bersama emisi gas rumah kaca bagi sektor ketenagalistrikan on-grid sebesar 250 juta ton CO2 dengan porsi energi terbarukan mencapai 44% di tahun 2030. Selain itu, peta jalan JETP juga menetapkan pencapaian emisi nol bersih ketenagalistrikan pada tahun 2050, satu dekade lebih cepat dari peta jalan yang sedang dipersiapkan pemerintah Indonesia.
CIPP 2023 akan fokus kepada sistem ketenagalistrikan on-grid. Sementara bagi sistem ketenagalistrikan off-grid akan dilaksanakan analisis yang lebih mendalam untuk menetapkan strategi dekarbonisasi yang sejalan dengan cita-cita industrialisasi dan hilirisasi Indonesia. Dokumen CIPP merupakan “living document” yang akan terus dimutakhirkan setiap tahunnya agar senantiasa mencerminkan kondisi perekonomian global dan prioritas kebijakan dalam negeri.