Jakarta, MinergyNews– Sesuai hasil perhitungan Formula ICP, harga minyak mentah Indonesia pada bulan November 2021 mengalami penurunan dibandingkan bulan Oktober 2021. Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia turun sebesar US$1,67 per barel dari US$81,80 per barel menjadi US$80,13 per barel.
ICP SLC November 2021 juga turun sebesar US$1,37 per barel dari US$81,52 per barel pada Oktober 2021 menjadi US$80,15 per barel.
Dikutip dari Executive Summary Tim Harga Minyak Indonesia, beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional, antara lain rencana Amerika Serikat dan beberapa negara seperti Cina, Jepang, India, Inggris dan Korea Selatan, untuk melepaskan cadangan minyak strategis (Strategic Petroleum Reserves/SPR), untuk mengatasi tingginya harga minyak. Diperkirakan sebesar 71 juta barel cadangan minyak strategis akan dilepaskan ke pasar.
Faktor lainnya, kembali melonjaknya kasus infeksi Covid-19 di Eropa, dengan beberapa negara seperti Austria, Belanda dan Jerman kembali memutuskan untuk melakukan lockdown, menyebabkan kekhawatiran terjadinya penurunan aktivitas ekonomi dan penurunan permintaan minyak mentah di kawasan Eropa. “Selain itu, terdapat kekhawatiran dengan munculnya varian virus Covid-19 baru, Omicron, di kawasan Afrika Selatan,” demikian dikutip dari exsum tersebut.
IEA (International Energy Agency) melalui laporan bulan November 2021, menyampaikan:
a. Prediksi bahwa akan terjadi oversupply di tahun 2022, dengan perkiraan bahwa supply minyak mentah dari negara-negara Non OPEC akan meningkat sebesar 2 juta BOPD dibandingkan dengan akhir tahun 2021.
b.Prediksi bahwa permintaan minyak mentah global tidak akan mencapai level sebelum pandemi sampai dengan akhir tahun 2022, dengan perkiraan permintaan minyak mentah di tahun 2022 hanya akan meningkat sebesar 1,4 juta BOPD dibandingkan dengan akhir tahun 2021.
c. Produksi minyak mentah global meningkat sebesar 1,4 juta BOPD di bulan Oktober 2021 dan akan kembali meningkat di bulan November dan Desember 2021, yang antara lain berasal dari produksi di Teluk Meksiko setelah terimplikasi oleh Badai Ida dan OPEC+ yang akan meningkatkan kuota produksi secara perlahan. Selain itu, peningkatan produksi yang cukup signifikan juga berasal dari Brazil, Kanada, Norwegia, UK dan Guyana.
Penyebab lain turunnya harga minyak mentah dunia selama November 2021 adalah OPEC melalui laporan bulan November 2021, menyampaikan penurunan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak mentah global di tahun 2021 sebesar 160 ribu BOPD dibandingkan proyeksi pada bulan sebelumnya, menjadi 5,65 juta BOPD, sehingga proyeksi permintaan minyak mentah global di tahun 2021 menjadi 96,44 juta BOPD. ”Juga terdapat penurunan proyeksi permintaan minyak mentah global di tahun 2022 sebesar 160 ribu BOPD dibandingkan proyeksi pada bulan sebelumnya, menjadi 100,59 juta BOPD,” kata Tim Harga Minyak dalam laporan tersebut.
Terakhir, penguatan nilai tukar dollar AS terhadap sejumlah mata uang mencapai rekor tertinggi dalam 16 bulan terakhir seiring data perekonomian AS yang positif.
Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi oleh impor minyak mentah Cina yang merosot hingga level terendah dalam tiga tahun terakhir akibat tingginya harga minyak dan pembatasan kuota impor untuk kilang-kilang independen.
Selain itu, kembali melonjaknya kasus infeksi Covid-19 di beberapa negara di Asia seperti Singapura, Korea Selatan dan Cina, serta penurunan proyeksi permintaan minyak mentah Cina dan India akibat lockdown di sejumlah daerah dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari yang diprediksi sebelumnya.
Selengkapnya perkembangan harga rata-rata minyak mentah utama di pasar internasional sebagai berikut:
– Dated Brent turun sebesar US$2,22 per barel dari US$83,66 per barel menjadi US$81,44 per barel.
– WTI (Nymex) turun sebesar US$2,57 per barel dari US$81,22 per barel menjadi US$78,65 per barel.
– Basket OPEC turun sebesar US$1,25 per barel dari US$82,07 per barel menjadi US$80,82 per barel.
– Brent (ICE) turun sebesar US$2,90 per barel dari US$83,75 per barel menjadi US$80,85 per barel.