Jakarta, MinergyNews– Di tengah polemik dengan PT Freeport Indonesia, pemerintah mempersiapkan PT Inalum (Persero) untuk mengambil alih perusahaan yang berbasis di Papua tersebut. Ini akan dilakukan untuk mengantisipasi jika dalam arbitrase internasional pemerintah Indonesia menang melawan PT Freeport.
Meski demikian, gugatan arbitrase itu baru sebatas rencana dari pihak perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
“Pemerintah kan bisa ada Inalum, tergantung Menteri BUMN lah. Tapi sudah dipersiapkan, sangat sangguplah (Inalum kelola Freeport). Itu kan bukan green field. Sangat sanggup,” kata Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, akhir pekan ini.
Sebelumnya, Kementerian BUMN tengah mematangkan rencana pembentukan holding BUMN sektor tambang.
Staf Khusus Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin menuturkan, jika telah rampung, holding tersebut siap untuk diarahkan membeli saham PT Freeport Indonesia.
“Ya kalau sudah disuruh siaplah, kalau sudah ditugaskan ya harus dijalankan,” ujar Budi.
Budi mengungkapkan, saat ini pemerintah telah melakukan dialog dengan Freeport untuk melakukan divestasi, dan sahamnya akan dialihkan ke holding BUMN tambang.
“Kami tampung eksisting 9,36 persen kepemilikan pemerintah di Freeport dan sudah dapat persetujuan,” terangnya.
Terkait hal tersebut, pihaknya saat ini masih menunggu keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mengingat, terkait divestasi saham menjadi wewenang dari Kementerian ESDM.
“Jadi kita tunggu saja. Soal financial dan kemampuan, kita mampu,” pungkasnya.
Seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa perusahaan tambang diwajibkan melakukan divestasi 51 persen saham setelah beroperasi sekitar 10 tahun.
Artinya, karena Freeport sudah beroperasi lebih dari 10 tahun maka 51 persen saham Freeport Indonesia wajib didivestasikan.
Namun PT Freeport Indonesia enggan memenuhi tuntutan pemerintah dan berencana menempuh arbitrase terkait perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Sementara itu, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, tidak ada pilihan lain bagi PT Freeport Indonesia selain melakukan pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) melalui BEI.
Menurut Tito, cara ini dinilai paling baik untuk pengalokasian atau skema pengurangan (divestasi) sebagian saham perusahaan tambang yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) itu. “Buat saya, cara terbaik enggak ada pilihan kecuali IPO,” ujar Tito. (us)