Jakarta, MinergyNews– Pada hari ini, Kamis 11 Oktober 2018, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) secara resmi mengajukan gugatan peninjauan kembali (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA), terkait Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya.
Presiden FSPPB, Arie Gumilar menegaskan, pihaknya menilai Permen 23/2018 tersebut telah melanggar konstitusi UUD 1945 karena tidak lagi menempatkan PT Pertamina (Persero) sebagai pihak yang memperoleh prioritas utama dalam pengelolaan migas.
“Kita menggugat Permen 23 karena dalam ayat 1 dan 2 sudah bergeser dari Permen sebelumnya. Jika sebelumnya menempatkan Pertamina sebagai prioritas, kini malah menempatkan operator yang eksisting,” ujarnya saat ditemui awak media usai mendaftarkan gugatan di Gedung MA, Jakarta.
Arie melanjutkan, Permen 23 merupakan revisi dari Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya. Pada pasal 2 disebutkan, Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang berakhir Kontrak Kerja Samanya dilakukan dengan pengelolaan oleh PT Pertamina (Persero) sebagai pihak yang memperoleh prioritas utama.
“Untuk itu kami meminta agar Permen 15 yang digunakan karena sudah sesuai dengan konstitusi UUD 1945. Sehingga blok yang habis kontrak wajib dikembalikan kepada negara dan kemudian diserahkan kepada Pertamina sebagai perusahaan BUMN,” tuturnya.
Dirinya menambahkan, dengan penyerahan blok habis kontrak tersebut, FSPPB meyakini produksi migas nasional akan semakin lebih baik.
Sebagai contoh, ungkap Arie, setelah blok migas habis migas kontrak diserahkan ke Pertamina seperti Blok Mahakam, produksi migas nasional yang sebelumnya hanya 15 persen kini meningkat menjadi 21 persen. Diharapkan akhir 2018 ini, produksi migas akan terus meningkat hingga 30 persen.
“Nanti 2021 setelah Blok Rokan habis kontrak dan diserahkan ke Pertamina, produksi migas nasional Pertamina akan mencapai 60 persen. Kemudian bila ditambah ExxonMobil di Cepu, tentu akan semakin menempatkan Pertamina sebagai penguasa mayoritas minyak. Inilah tujuan kita, bahwa nasionalisasi migas itu akan berlangsung secara alami,” pungkasnya.