Jakarta, MinergyNews– Menegaskan kembali kemitraan energi hijau tentang percepatan energi terbarukan baik di tingkat nasional maupun lokal, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menerima kunjungan kerja Menteri Luar Negeri Denmark. Pertemuan ini merupakan bagian dari kunjungan kerja selama 3 hari di Jakarta dan Surabaya. Delegasi Denmark dipimpin Menteri Luar Negeri Denmark, H.E Jeppe Sebastian Kofod. Bagi Indonesia, penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor energi menjadi sektor penentu pencapaian target iklim Indonesia. Denmark, dengan pengalamannya dalam transisi energi hijau, berkomitmen untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mencapai tujuan tersebut.
“Acara hari ini menandai tonggak baru untuk hubungan bilateral antara Indonesia dan Denmark pasca-COP26, dan karenanya, memperkuat kemitraan energi yang sudah erat antara kedua negara. Forum Energi B2B Indonesia-Denmark adalah platform yang tepat bagi entitas bisnis untuk mengeksplorasi prospek dan inisiatif pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi,” ujar Menteri Arifin dalam konferensi pers usai membuka Indonesia-Denmark Energy Business-to-Business Forum, di Jakarta, Selasa (23/11).
Denmark, menurut Arifin, telah menjadi mitra penting dalam perjalanan Indonesia menuju transisi energi. Selain program bilateral yang sedang berjalan seperti Indonesia-Denmark Partnership Program (INDODEPP) dan Sustainable Island Initiatives (SII), beberapa perusahaan energi Denmark juga berencana untuk berinvestasi di Indonesia. Proyek-proyek tersebut akan dilaksanakan oleh Copenhagen Infrasrukture Partners (700 juta USD), Vestas (400 juta USD), dan Howden (40 juta USD).
“Di bawah kemitraan kerja sama bilateral, Denmark telah menyelesaikan laporan studi mereka tentang RE Pipeline, serta hasil Studi Pra-FS pada Proyek EBT di Sulawesi Utara dan Riau. Studi-studi ini diselesaikan untuk menjembatani kesenjangan antara Rencana Energi Nasional dan Proyek EBT Provinsi. Dalam kemitraan tingkat provinsi lainnya, saya mencatat bahwa Pemerintah Denmark juga mendukung transisi energi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Saya berharap proyek kemitraan semacam ini dapat direplikasi di provinsi atau daerah lain di Indonesia,” ujar Arifin.
Arifin mengatakan, telah melakukan pembicaraan secara bilateral dengan Menteri Kofod untuk membahas masalah dekarbonisasi dan komitmen pasca-COP26.
“Kami berdua sepakat tentang pentingnya kolaborasi internasional untuk mengejar kepentingan bersama dalam transisi energi. Oleh karena itu, saya mengapresiasi segala dukungan yang diberikan Pemerintah Denmark kepada Pemerintah Indonesia di bidang energi. Saya berharap Forum hari ini konstruktif dan berkontribusi positif bagi pemenuhan komitmen pasca-COP26,” sambung Menteri ESDM.
Sementara itu Menteri Kofod menjelaskan pentingnya transisi energi hijau dan ini merupakan pesan utama yang disampaikan pada COP26 dan kedatangan delegasi Denmark ke Indonesia ini merupakan wujud dan tindakan langsung kemitraan antara Denmark dengan Indonesia untuk melakukan transisi energi di tingkat nasional maupun provinsi.
“Hari ini kami mempresentasikan total 3 laporan bagaimana melakukan langkah-langkah transisi energi hijau. laporan pertama, “Indonesia’s Renewable Energy Pipeline”, menunjukkan bahwa untuk mencapai target 23 persen energi terbarukan pada tahun 2025 dapat dijangkau oleh sektor ketenagalistrikan. Laporan kedua tentang “pre-feasibility studies for Renewable Energy” di dua provinsi di Indonesia, yaitu Sulawesi Utara dan Riau, dari hasil laporan ini menunjukkan bahwa terdapat peluang bisnis untuk pengembangan energi terbarukan di kedua provinsi. Denmark berencana akan memperkuat kerjasama dengan provinsi lain dengan menambahkan lebih banyak provinsi sebagai mitra dalam Sustainable Island Initiative,” ujar Kofod.
Kofod melanjutkan, “komitmen pemprov Nusa Tenggara Barat terhadap net-zero adalah contoh kerja sama dengan provinsi yang baik dengan kami, yang dapat mempercepat perkembangan energi hijau dan pendirian forum energi B2B Indonesia-Denmark yang saat ini sedang berlangsung, menghubungkan sektor swasta untuk memastikan investasi. Saya berharap forum ini dapat memperkuat kemitraan energi hijau kita”.
Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah yang juga hadir dalam pertemuan tersebut dan menegaskan kembali pengumuman dari COP26 untuk percepatan dekarbonisasi penuh sistem energi NTB.
“Provinsi NTB berjanji untuk menjadi provinsi terdepan dengan target net-zero emisi pada tahun 2050 dengan target 60 persen pangsa EBT di Lombok Grid pada 2030 dan 100 persen share EBT di NTB Grid pada 2040. Transisi ini akan didukung melalui kelanjutan yang kuat kerjasama energi antara Provinsi NTB dengan Danish Energy Agency dalam program Sustainable Island Initiative (SII). pada tahun 2050 serta mengaitkannya dengan investasi atau pembiayaan untuk membuat proyek menjadi realistis,” pungkas Zulkieflimansyah.