Guna mendukung pencapaian netralitas karbon pada tahun 2060, badan kerja sama internasional Jepang yaitu Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakan forum promosi Hidrogen dan Amonia pekan lalu di Jakarta (31/5). Tak hanya gelaran diskusi dan pengenalan status terbaru Hidrogen dan Amonia, juga dilaksanakan penandatanganan Memorandum of Cooperation (MOC). Kesepakatan kerja sama ini antara JICA dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Indonesian Fuel Cell Hydrogen Energy Association (IFHE) untuk mempromosikan pengembangan Hidrogen dan Amonia.
“Forum hidrogen amonia ini menjadi langkah awal dari ragam upaya potensial kolaborasi Indonesia dan Jepang. Saya yakin, kerja sama yang kuat dan solid ini dapat mengakselerasi transisi energi demi mencapai target NZE di kedua negara”, ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Eniya Listiani Dewi, pada sambutannya, dihadapan para pejabat Pemerintah dan perwakilan perusahaan swasta baik dari Jepang maupun dari Indonesia.
Eniya menyampaikan, Indonesia telah meluncurkan Strategi Hidrogen Nasional pada akhir tahun 2023, sebagai pedoman bagi para pemangku kepentingan untuk pemanfaatan hidrogen. Telah disiapkan pula Peta Jalan Hidrogen Nasional yang dilengkapi dengan target secara rinci dan rencana aksi tahunan hingga tahun 2060, yang akan menjadi konsensus pada Juni 2024 ini.
“Saat ini kami tengah menyiapkan Standar Hidrogen Indonesia dan Standar Klasifikasi Bidang Bisnis Hidrogen Indonesia, agar ekosistem hidrogen dapat direalisasikan secepatnya. Juga sedang disusun naskah akademis yang ditargetkan selesai pada September 2024”, ungkap Eniya.
Indonesia kini telah memulai pemanfaatan hidrogen, dimana PT Nusantara Power, anak perusahaan PT PLN (Persero) telah meluncurkan Pembangkit Hidrogen Hijau 100% pertama berlokasi di Jakarta. Saat ini, ada beberapa proyek hidrogen yang sedang berjalan di Indonesia, diantaranya hidrogen hijau hibrida dari surya dan bayu di Sumba Timur, pembangkit hidrogen berbasis PLTA di Kalimantan Utara dan Papua dan proyek perintis di Ulubelu yang menggunakan kondensat panas bumi. Beberapa proyek ini memberikan gambaran tentang upaya Indonesia mengeksplorasi berbagai metode berkelanjutan pada produksi hidrogen.
Dengan pemanfaatan hidrogen dan amonia yang besar, Indonesia ingin menjadi pemain utama dalam pasar hidrogen global, dan menjadi pusat hidrogen regional. Karena posisi yang berada di dekat salah satu jalur laut strategi di dunia, yaitu selat Malaka, Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk melakukan ekspor hidrogen hijau ke berbagai negara di Asia-Pasifik dan negara-negara lainnya di luar area tersebut.
“Kita akan mengembangkan ekosistem hidrogen komprehensif, yang terdiri dari produksi, penyimpanan, transportasi dan pemanfaatannya. Kami yakin dengan dukungan negara mitra seperti Jepang, dalam upaya persiapan ekosistem hidrogen kompetitif, Indonesia bisa mencapai visinya untuk menjadi pusat hidrogen Dunia” pungkas Eniya.
Memorandum of Cooperation (MOC) Indonesia – Jepang
MOC yang disepakati oleh keempat pihak (JICA, Kementerian ESDM, BRIN dan. IFHE) menegaskan kerja sama di bidang kebijakan, peraturan dan sistem, teknologi dan standar terkait Hidrogen dan Amonia. Juga promosi kerja sama melalui forum-forum dengan sektor publik dan swasta di Jepang dan Indonesia, serta peningkatan kapasitas lembaga pelaksana di Indonesia terkait teknologi terbaru.
Berdasarkan MOC yang telah disepakati, JICA berencana untuk meluncurkan data collection survey baru mengenai rantai pasokan Hidrogen dan Amonia pada akhir tahun 2024. Melalui upaya-upaya tersebut, sektor publik dan swasta di Indonesia dan Jepang akan bekerja sama untuk mendorong transisi energi melalui pemasyarakatan Hidrogen, Amonia, dan energi baru lainnya. Hal ini pada akhirnya dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), nomor 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), dan nomor 13 (Penanganan Perubahan Iklim).