Jakarta, MinergyNews– Keberadaan tambang ilegal di sejumlah daerah hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum dapat terselesaikan. Padahal, potensi kerugian negara dari aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) ini sangat besar, yakni hingga bisa mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahun.
Persoalan pertambangan ilegal ini pun kini menjadi perhatian Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) untuk dicarikan jalan keluarnya. Lembaga non struktural yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Joko Widodo ini akan berupaya merumuskan solusi terhadap keberadaan PETI sehingga bisa berkontribusi mendorong perekonomian nasional di masa mendatang.
Zulnahar Usman, Anggota KEIN RI sekaligus Ketua Kelompok Kerja Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) KEIN RI mengatakan, perlu tekad yang kuat dan keberanian yang ekstra dari pemerintah dalam upaya penertiban PETI. Apalagi, kegiatan tambang ilegal ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam serta melibatkan masyarakat banyak.
“Semoga di era Pak Presiden Jokowi ini, permasalahan tambang ilegal dapat kita benahi, karena ini terkait dengan kemakmuran rakyat. Kalau PETI dikelola secara benar, kita bisa meminimalkan potensi kerugian negara yang besarnya mencapai puluhan triliun. Yaitu, dengan meningkatkan pertambangan ilegal ini menjadi tambang legal,” kata Zulnahar dalam keterangan resminya di Jakarta.
Pada Kamis (26/4/2018) pekan lalu, KEIN menggelar acara Focus Group Discussion (FGD) tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Penertiban PETI di Jakarta yang diikuti oleh sejumlah stake holder terkait. Antara lain, Kementerian ESDM, Kementerian Koodinator Politik, Hukum, dan HAM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Timah Tbk, Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI), Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), serta perhimpunan pengusaha tambang lainnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM dari 34 provinsi di Indonesia terdapat sembilan provinsi yang hingga kini belum menetapkan WPR. Padahal, penetapan WPR ini merupakan amanat UU sekaligus menjadi landasan bagi pemerintah daerah untuk menerbitkan tambang yang legal kepada masyarakat dalam bentuk izin pertambangan rakyat (IPR). Alhasil, PETI masih marak terjadi di daerah.