Jakarta, MinergyNews– Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Kardinah Karen Agustiawan alias Karen mengungkapkan, kewenangan untuk melakukan investasi non rutin di bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas) bukan ada pada Direktur Utama, Direktur Keuangan dan bukan juga di Direktur Hulu.
“Kewenangannya ada pada seluruh Direksi. Bersifat kolektif kologial,” ujarnya saat ditemui usai menjalani persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (14/3).
Dalam persidangan kali ini, saksi-saksi yang dihadirkan yaitu dari tim Direktorat Hulu, yaitu R. Gunung Sarjono Hadi (Ex. SVP UBD); Zulkha Arfat (Ex. Sekretaris Tim Proyek Diamond-BMG); Geodi Naim; Reza Masri; Bayu Kristanto (Ex. Manager M&A).
Karen menjelaskan, dirinya melihat ada beberapa saksi yang lupa bahwa Direksi dan Komisaris bekerja berdasarkan anggaran dasar. Dan yang lebih detilnya ada di world manual. Pasalnya, di world of manual disampaikan bahwa pertemuan komisaris yang informal tidak bisa mengikat.
“Mungkin para saksi sudah lupa karena kejadiannya pada tahun 2009. Tapi saya ingin mengingatkan bahwa ada world manual yang menjadi landasan kerja Direksi dan Komisaris,” imbuhnya.
Selain itu, Karen menambahkan, apa yang dialami Pertamina terhadap resiko hulu migas, itu juga dialami oleh partner-partners lainnya.
“Pertamina belum mempunyai pengalaman di offshore. Tentu kalau masuk di offshore, tidak bisa ujuk-ujuk 100%. Tentu 10% dulu. Dan itu yang saya ajarkan pada kawan-kawan Pertamina,” katanya.
Sementara itu, lanjut Karen, tata kerja organisasi (TKO), dan tata kerja individu (TKI) untuk akuisisi belum ada, baru ada pada tahun 2011. Proses akuisisinya mengacu pada SK/230. Dan proses akuisisi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia sudah sesuai dengan SK/230.
“Harga BMG sudah sesuai dengan hasil kajian delloitte. Juga tidak ada temuan dari internal maupun eksternal sebelum Perjanjian Jual Beli (Sales Purchase Agreement/SPA) terkait possibility NPP (termasuk BOC) sehingga ini murni risiko bisnis,” tandas Karen.
Jadi, menurut Karen, seluruh temuan delloitte telah di cover sesuai masukan Backer dan tidak ada temuan yang berkaitan dengan NPP. Selain itu, tidak pernah ada intervensi dari pihak manapun, sehingga keputusan diambil murni atas hasil kajian bottom up.
“Perusahaan Roc Oil Company Limited (ROC) bukan pihak yang menerima pembayaran, tetapi Anzon sehingga dakwaan JPU yang menyatakan memberikan keuntungan kepada ROC tidak tepat,” tegasnya.
Di kesempatan terpisah, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar menyatakan, kasus yang menimpa Karen Agustiawan ini akan menjadikan investor takut berinvestasi di Indonesia.
“Mereka akan enggan masuk karena takut dipidana bila merugi. Padahal usaha dunia migas sangat berbeda dengan bisnis lainnya,” kata Arie.
Arie menjelaskan, minyak itu ada di dalam perut bumi yang tidak dapat dipastikan keberadaannya sekalipun oleh ahli geologis terhebat di dunia. Untuk itu, dirinya berharap, “Berhentilah untuk mencari-cari kesalahan para CEO BUMN energi.”