Jakarta, MinergyNews– Pemerintah c.q Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terus meningkatkan pemanfaatan gas bumi nasional. Hingga Juli 2020, realisasinya mencapai 5.580,29 BBTUD di mana pemanfaatan terbesar berasal dari sektor industri sebesar 1.513,87 BBTUD.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ego Syahrial dalam Rapat Dengar Pendapat secara virtual dengan Komisi VII DPR mengenai Tata Kelola Hilir Gas Bumi, Selasa (29/9), memaparkan, setelah sektor industri, pemanfaatan gas terbesar kedua adalah ekspor LNG sebesar 1.208,49 BBTUD. Selanjutnya, pemanfaatan gas untuk kelistrikan sebesar 706,10 BBTUD dan pupuk 708,85 BBTUD.
Pemanfaatan gas terkecil adalah untuk BBG sebesar 5,10 BBTUD, di bawah gas kota yang mencapai 6,35 BBTUD.
Dalam penentuan alokasi dan pemanfaatan gas bumi nasional, Pemerintah mempertimbangkan beberapa hal, antara lain Kebijakan Energi Nasional, kepentingan umum dan negara, Neraca Gas Bumi Indonesia. “Selain itu, Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Nasional, cadangan dan peluang pasar gas bumi keekonomian lapangan dari cadangan migas yang akan dialokasikan,” ujar Ego.
Sedangkan penetapan harga gas bumi nasional adalah dengan mempertimbangkan keekonomian lapangan, harga gas bumi di dalam negeri dan internasional, nilai tambah dari pemanfaatan gas bumi domestik, kemampuan daya beli konsumen domestik dan dukungan program Pemerintah, serta harga bahan bakar lainnya/subsitusi.
Profil harga rata-rata gas bumi tahun 2020, Ego menjelaskan, rata-rata realisasi harga kontrak gas mencerminkan willingness to pay per region. Sebagai contoh, harga rata-rata per MMBTU di Aceh sebesar US$ 5,99 per MMBTU, sedangkan di Papua harga rata-ratanya sebesar US$ 5,01 per MMBTU.