Isu Lingkungan Jadi Syarat Utama Pembangunan Listrik di RI

Jakarta, MinergyNews–  Dalam pembangunan pembangkit listrik ke depan, Indonesia sudah harus memikirkan untuk beralih dari konsep penggunaan batu bara ke gas atau energi bersih. Kalau itu tidak dilakukan, maka kegagalan-kegagalan akan terus terjadi.

Harus dipahami, kepatuhan akan isu lingkungan dan tekanan internasional mengenai pembatasan emisi, seperti disepakati pada Konferensi Para Pihak (Conference of Parties-COP 21) di Paris, yang membicarakan perubahan iklim, akan menjadi keharusan.

Golden Equator Capital-Singapore Aryani Novita mengatakan, shifting ke energi bersih harus segera dilakukan mengingat erat kaitannya dengan persyaratan yang diwajibkan oleh pemberi pinjaman. Setiap proyek pembangkit listrik harus didukung oleh bankability supaya pemberi pinjaman bersedia mengucurkan dananya.

“Itu berarti, pola pikir kita dan manajemen tender kelistrikan yang terkait dengan independent power producer (IPP) harus diubah,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.

Dikemukakan, isu bankability tidak sederhana, complicated, dan merupakan fenomena gunung es. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi supaya suatu proyek pembangkit mempunyai bankability. Di antaranya, yang paling berat adalah jaminan atau kepastian pasokan liquefied natural gas (LNG) untuk pembangkit, yang merupakan tanggung jawab PLN.

Aryani mencontohkan, dalam pelaksanaan tender Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 1 pada 2016, manajemen PLN diduga tidak memberikan jaminan pasokan LNG, padahal itu sangat fundamental. Ini mungkin yang menyebabkan power purchase agreement (PPA) belum bisa ditandatangani dan proyek menjadi terkatung-katung. Padahal, peringkat pertama atau pemenang tender sudah ditentukan, yakni konsorsium Pertamina, Marubeni dan Sojitz Corporation.

Ketidakpastian suplai LNG merupakan bentuk mismanagement dalam proses tender, sehingga proyek menjadi tidak bankable, yang memang sejak awal sudah diindikasikan oleh para pemberi pinjaman (lenders) dan akhirnya proyek terkatung-katung.

Sangat dikhawatirkan PLN masih memiliki pola pikir batubara dan minyak, karena kedua komoditas tersebut selalu tersedia di market. Konsep pembangkit gas dengan pembangkit batubara berbeda dalam aspek pasokan bahan bakarnya, dalam hal ini batubara selalu tersedia.

Tetapi, berdasarkan tuntutan isu lingkungan dan tekanan internasional, konsep pembangkit dengan bahan batu bara berisiko. Ia menyebut contoh, belum lama ini, Bank Perancis menarik diri dari pembiayaan konsorsium perusahaan yang akan membangun salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia.

Bank tersebut berkomitmen tidak lagi membiayai proyek pembangkit energi berbasis batu bara di seluruh dunia, karena alasan lingkungan. “Terkait dengan itu, bisa-bisa proyek kelistrikan di Indonesia tidak akan didanai lagi,” pungkasnya.   (us)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *