IRESS Tolak Revisi PP 23/2010

Jakarta, MinergyNews–  Terkait dengan rencana pemerintah yang ingin merevisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Dipastikan sangat berpotensi bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara (Minerba).

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara kepada media di Jakarta, Rabu (12/12).

Marwan mengungkapkan, jika merujuk pada prinsip penguasaan negara sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menjamin dominasi pengelolaan oleh BUMN, ternyata praktek pengelolaan sumber daya alam minerba (juga migas, panas bumi, dll.) belum sepenuhnya terlaksana. Dalam penambangan batubara misalnya, BUMN hanya menguasai sekitar 6%. Begitu pula dengan sektor mineral, BUMN (Holding BUMN Tambang) kita diperkirakan hanya menguasai pengelolaan tambang sekitar 20-30%.

“Penyimpangan di atas memang bisa dimaklumi karena berbagai kontrak yang mengatur pengelolaan tambang-tambang tersebut dalam kontrak karya (KK) maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dibuat di masa lalu dalam kondisi kemampuan negara yang masih terbatas dalam hal modal, teknologi, manajemen dan SDM,” ujarnya.

Namun, tambahnya, KK dan PKP2B juga telah memuat pula berbagai ketentuan untuk menjamin terwujudnya dominasi negara tersebut di kemudian hari, seperti ketentuan tentang divestasi saham, luas wilayah tambang, dan lain-lain.

Menurut dirinya, berbagai ketentuan dalam UU Minerba No.4/2009 dan sejumlah PP maupun Permen di bawahnya telah mengatur agar penguasaan negara atas tambang-tambang yang saat ini dikelola oleh kontraktor KK dan PKP2B lambat laun dapat beralih kepada BUMN.

Marwan menegaskan, tidak optimalnya hasil renegosiasi kontrak yang berpotensi melanggar konstitusi dan merugikan negara, dapat disebabkan oleh beberapa hal. Umumnya para kontraktor cenderung untuk mempertahankan dominasi karena selama ini telah memperoleh banyak keuntungan. Di sisi lain, para pejabat negara yang terlibat negosiasi tidak optimal memanfaatkan posisi dan tidak konsisten pula menjalankan peraturan yang berlaku.

Selain itu, lanjut Marwan, guna mengakomodasi kepentingan kontraktor, dalam beberapa kesempatan, dilakukan pula perubahan peraturan atau kebohongan informasi. Ditengarai kedua belah pihak melakukan moral hazard. Dalam hal kewajiban pembangunan smelter misalnya, pemerintah telah melakukan beberapa kali relaksasi melalui penerbitan PP yang pada prinsipnya melanggar UU No.4/2009.

Sementara itu, dalam hal kewajiban pembangunan smelter misalnya, pemerintah telah melakukan beberapa kali relaksasi melalui penerbitan PP yang pada prinsipnya melanggar UU No.4/2009. Begitu pula dengan kewajiban divestasi saham untuk menjamin terwujudnya penguasaan negara, pemerintah pun kerap melanggar aturan agar kontraktor lama tetap dominan, atau BUMN luput untuk menjadi pengelola. Dalam kasus divestasi saham Newmont untuk tambang di Batu Hijau NTB misalnya, pemerintah telah melakukan manipulasi informasi, sehingga divestasi saham yang seharusnya menjadi hak BUMN Tambang, beralih menjadi milik AMAN Mineral.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *