Jakarta, MinergyNews– Revisi UU No.4/2009 tentang Minerba telah masuk dalam Prolegnas Prioritas sejak 2016 sebagai UU perubahan. Pada 2017, Komisi VII pun telah menyusun naskah akademik (NA) RUU Minerba, yang dilakukan secara paralel dengan RUU Migas. Namun karena besarnya pengaruh oligarki penguasa-pengusaha oknum-oknum pemilik konsesi tambang eksisting dan politisi, maka pembahasan RUU Minerba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah pun belum menyiapkan peta jalan kebijakan pengelolaan minerba nasional jangka panjang sebagai rujukan. Sehingga tak heran jika hingga awal 2019, RUU Minerba belum juga ditetapkan sebagai UU baru.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menyatakan, RUU Minerba merupakan salah satu agenda penting bagi rakyat sebagai pemangku kepentingan terbesar, terutama bagi daerah-daerah kaya tambang yang ironisnya memiliki angka kemiskinan yang lebih tinggi dibanding daerah-daerah yang minim atau tidak memiliki SDA.
“Oleh marena itu IRESS berharap penetapan RUU Minerba akhirnya ditunda hingga terpilihnya anggota DPR RI dan Presiden RI hasil Pemilu 2019,” ujarnya dalam seminar Pengelolaan Pertambangan Minerba Konstitusional di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Senin (11/2).
Namun sejalan dengan itu, Marwan minta Presiden Jokowi untuk berhenti mengambil kebijakan dan keputusan yang melanggar peraturan dan diduga sarat moral hazard, seperti yang terjadi pada kasus Tanito Harum atau kasus divestasi saham Freeport.
“Rakyat berharap agar ketentuan-ketentuan yang kelak diatur dalam UU Minerba baru konsisten dengan amanat konstitusi,” katanya.
Hal ini mengingat UU Minerba No.4/2009 ditetapkan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/2012. Karena itu, tambahnya, ketentuan tentang penguasaan negara belum terakomodasi dengan optimal.
Marwan mengungkapkan, dalam UU Minerba yang baru kelak aspek penguasaan negara menurut Pasal 33 UUD 1945 dan pengelolaan SDA Minerba oleh BUMN dan BUMD, haruslah diatur dengan tegas dan komprehensif. Dengan demikian aset SDA milik negara tersebut akan bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“RUU Minerba diharapkan menjadi titik tolak bagi perbaikan pengelolaan SDA minerba yang saat ini belum optimal, terutama dari sisi pengelolaan dan penerimaan negara. Berbagai aspek strategis seperti kedaulatan negara, pembangunan keberlanjutan, optimasi pendapatan, ketahanan energi dan kelestarian lingkungan perlu terakomodasi dalam RUU Minerba,” tutur Marwan.
Oleh karena itu, Marwan mengusulkan, RUU Minerba agar memuat ketentuan yang rinci tentang peran pengelolaan oleh BUMN, pemilikan aset cadangan terbukti, penerimaan negara, skema kontrak, smelting domestik, wilayah kerja pertambangan, skema divestasi, penggunaan produk dan jasa dalam negeri, lingkungan hidup, serta manfaat bagi daerah dan masyarakat lokal.