Jakarta, MinergyNews– Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengungkapkan, pihaknya meragukan jika skema akuisisi merupakan pilihan terbaik yang harus ditempuh dalam rangka mengonsolidasikan bisnis Pertagas dengan PGN.
“Kita ragu jika Kementerian BUMN telah melakukan analisis untung-rugi (cost/benefit analisys) secara komprehensif, sehingga memilih skema akuisisi.Belum lagi jika aspek-aspek governance, integrasi kelembagaan, organisasi dan SDM, serta fungsi pengawasan oleh DPR dan publik dipertimbangkan,” ujanya saat media briefieng di Hotel Century Atlet, Jakarta, Rabu (11/6).
Di sisi lain, menurut Marwan, kredibilitas pemerintah/Kementerian BUMN pun patut dipertanyakan, terutama jika melihat kebijakan yang telah diambil sebelumnya dalam penguasaan SDA yang seharusnya dikelola BUMN. Kementerian BUMN membiarkan “konco-konco” menguasai pengelolaan SDA strategis yang seharusnya dikelola oleh BUMN, seperti kasus pembelian saham Newmont oleh Medco dan Kiki Barki (Amman Mineral), atau saham Chevron pada PLTP Gunung Salak dan Derajat oleh Prayogo Pangestu (Star Energy).
Oleh sebab itu, tambahnya, “Kita meminta agar rencana akusisi tersebut ditunda atau malah dibatalkan,” tuturnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pertambangan dan Industri Strategis Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno pernah mengatakan bahwa ada tiga opsi skema konsolidasi Pertagas dan PGN yang dapat ditempuh, yakni merger, inbreng (penyerahan atas saham) Pertamina di Pertagas ke PGN, dan akuisisi saham Pertagas oleh PGN. Dikatakan proses akuisisi hanya membutuhkan waktu sekitar 4 bulan, sedang proses merger butuh waktu lebih dari 1 tahun. Karena pertimbangan waktu, maka yang dipilih KBUMN adalah skema akuisisi.
Fajar juga mengatakan skema merger lebih murah karena tidak memerlukan dana tunai untuk penyelesaian. Namun skema ini akan mendilusi otoritas kedua perusahaan. Sedangkan skema akuisisi membutuhkan dana yang besar, tetapi memberi otoritas yang absolut bagi pembeli saham. Kita berharap konsolidasi kedua perusahaan tidak hanya dibatasi untuk harus memilih satu dari ketiga skema/opsi dan hanya mempertimbangkan aspek dana dan waktu. Kepentingan strategis negara dan publik sesuai konstitusi harus menjadi pertimbangan utama.
Marwan menjelaskan, pada awalnya IRESS memang mendukung pembentukan Holding BUMN Migas, karena dengan Holding akan tercipta sinergi, efisiensi dan efektivitas pengelolaan industri migas nasional.
“Holding juga akan meningkatkan leverage, value dan kapasitas investasi korporasi ke depan. Karena itu, holding BUMN ini pun harus berkembang bukan saja menjadi perusahaan migas, tetapi menjadi perusahaan energi yang terus membesar. Sehingga Holding BUMN diharapkan akan mampu menyediakan kebutuhan energi yang terus meningkat secara berkelanjutan, serta siap pula bersaing di kancah global,” katanya.
Namun, Marwan menegaskan, terkait konsolidasi Pertagas dengan PGN yang sedang berlangsung saat ini, IRESS khawatir bahwa skema akuisisi bukan merupakan langkah terbaik, karena beberapa hal berikut. Pertama, jika ingin menjamin dominasi penguasaan negara sesuai konstitusi, mestinya perusahaan yang pemilikan saham negara lebih tinggilah yang mengakuisisi perusahaan yang saham negaranya kecil, bukan sebaliknya.
“Pasalnya hal ini telah diterapkan pada Holding BUMN Tambang, di mana Inalum, karena 100% milik negara, telah ditetapkan sebagai pemimpin Holding, meskipun ukurannya lebih kecil dibanding PT BA atau PT Antam,” tukasnya.