“Kontrak PLTU berkisar 25 hingga 30 tahun, sehingga dari simulasi yang kita lakukan di NZE, puncak kita menggunakan batubara itu antara tahun 2030 hingga 2035, setelah itu akan melandai sejalan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah selesai masa kontraknya,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/11).
Untuk menyuplai kebutuhan energi kepada Masyarakat ketika penggunaan batubara mulai melandai, Dadan menyebutkan bahwa pemerintah akan mengembangkan dan menyediakan energi yang lebih bersih dari EBT. Oleh karena itu, batubara yang tidak dipakai untuk bahan baku pembangkit bisa dimanfaatkan dalam bentuk yang sudah diolah dan lebih hijau melalui proses hilirisasi.
“Kita ini harus mengarah ke green product, kita harus menciptakan green industri disini, karena memang nanti akan dilihat dari sisi prosesnya itu bagaimana sih cara memproduksi produk ini,” tuturnya.
Dadan menjelaskan produk batubara bisa diubah menjadi Dimethyl Ether (DME) melalui proses gasifikasi, yang akan bisa digunakan sepagai pengganti Liquefied petroleum gas (LPG), dengan konsumen yang sudah ada. “Sebelum menjadi DME juga itu bisa menjadi methanol. Metanol ini banyak dipakai di industri-industri, kita bisa pakai metanol tapi dengan syarat nanti prosesnya harus bersih enggak ada emisi, menjadi produk hijau,” tambahnya.