Jakarta, MinergyNews– Keselamatan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi di Indonesia merupakan amanat undang-undang, antara lain UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta yang baru terbit UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Target yang ingin dicapai adalah terciptanya keselamatan migas yang meliputi keselamatan pekerja, keselamatan instalasi dan peralatan, keselamatan lingkungan dan keselamatan umum.
“Untuk itu diperlukan suatu komitmen bersama para stakeholder untuk mencapai tujuan mulia tersebut,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Wakhid Hasyim ketika tampil sebagai pembicara utama dalam Seminar Online Keselamatan Migas dalam rangka memperingati Bulan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Nasional yang digelar PAKKEM belum lama ini.
Dalam upaya mewujudkan keselamatan migas, terdapat lima tantangan yang harus dihadapi Pemerintah yaitu pertama, pemilik perusahaan atau pimpinan perusahaan tidak memahami dan tidak berkomitmen dalam hal keselamatan kerja.
Kedua, karakteristik pekerja yang beragam seperti gender, usia, tingkat pendidikan, motivasi, latar belakang etnis dan budaya negara asal, serta asal perusahaan jasa penunjang yang menaungi.
Ketiga, profit vs safety gap yaitu level kompromi sesuai kondisi ekonomi perusahaan.
Keempat, faktor eksternal yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti bencana alam, pandemi dan sejenisnya.
Terakhir, aturan yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Aturan yang terlalu ketat seringkali membebani perusahaan mengganggu iklim investasi. Namun sebaliknya, aturan yang terlalu longgar menyebabkan banyak celah yang dapat dimanfaatkan.
Untuk mengatasi hal tersebut, menurut Wakhid, perlu dicari solusi bersama antara Pemerintah dengan badan usaha (BU) dan bentuk usaha tetap (BUT).
Berdasarkan statistik kecelakaan kerja baik dari sektor hulu maupun hilir beberapa tahun ke belakang, terlihat bahwa terjadi tren yang naik turun. Jika diteliti lebih dalam, masih kerap terjadi kecelakaan pada pekerjaan yang sifatnya rutin atau yang pada dasarnya sudah berkali-kali dilakukan. Di luar kecelakaan kerja, makin sering juga adanya laporan kematian pekerja di lapangan karena sakit. “Fenomena-fenomena ini sangat perlu menjadi perhatian kita bersama,” tambah Wakhid.
Dia menegaskan, Ditjen Migas sejauh ini terus berupaya melaksanakan program-program keselamatan migas, antara lain penyusunan/update peraturan, SNI, Pedoman terkait Keselamatan Migas, Audit Sistem Manajemen Keselamatan Migas, Penghargaan Keselamatan Migas, Forum Komunikasi Keselamatan Migas dan Buku ATLAS Keselamatan Migas.
“Program-program ini tentu tidak ada artinya kalau tidak diimplementasikan oleh BU atau BUT. Untuk itu saya mohon kepada semua BU dan BUT agar selalu aktif dalam mengimplementasikan dan meningkatkan kepedulian terhadap K3,” tegasnya.
Data Ditjen Migas menunjukkan, pada tahun 2020 terjadi 109 kecelakaan ringan, 12 kecelakaan sedang, 3 kecelakaan berat dan 4 kecelakaan fatal. Sedangkan tahun 2019 terjadi 156 kecelakaan ringan, 16 kecelakaan sedang, 1 kecelakaan berat dan 2 kecelakaan fatal.