Jakarta, MinergyNews– Sejumlah langkah konkret dilakukan Pemerintah untuk mewujudkan Target Net Zero Emission (NZE) atau Nol Emisi Bersih pada tahun 2060. Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah meningkatkan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dengan berbagai variasinya. Ekskusi kebijakan ini memerlukan kerja sama yang baik antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mencapai tujuan pemanfaatan EBT yang lebih luas dan berkelanjutan di Indonesia.
“Indonesia memiliki sumber daya EBT yang potensinya lebih dari 3.600 GW yang dapat digunakan untuk menjaga pasokan energi, menjadi modal untuk transisi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca, namun demikian pemanfaatannya baru mencapai mencapai 12,7 GW atau sekitar 12,2%dalam realisasi bauran EBT,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif dalam sambutannya pada acara Indonesia Mineral and Energy Conference di Jakarta, Selasa (19/12).
Pada tahun 2024, sambung Irwandy, direncanakan total kapasitas pembangkit EBT sebesar 13,6 GW dan untuk mewujudkan target ini diperluakan upaya dalam meningkatkan pemanfaatan EBT di tanah air seperti PLTS Atap, mandatori Biodiesel 35% dan implementasi program co-firing pada PLTU.
Irwandi mengutarakan, saat ini masih terdapat kontrak pembangkit batubara sedang berjalan sehingga pembangkit batubara akan mencapai kondisi puncaknya pada tahun 2030. Phase-out sendiri akan dimulai secara berkala hingga tahun 2060.
“Pada tahun 2060, Indonesia tidak lagi menggunakan pembangkit listrik tenaga batubara dan untuk mendukung rencana ini beberapa program pendanaan dicanangkan untuk mendukung rencana ini diantaranya carbon tax dan carbon trading, program Just Energy Transition Partnership (JETP) serta energy Transition mechanism (ETM). Secara keseluruhan rencana ini membutuhkan investasi sebesar USD1,1 triliun atau USD28,5 miliar per tahun hingga tahun 2060,” ungkap Irwandy.
Selain upaya-upaya percepatan di atas, peningkatan nilai tambah mineral juga merupakan salah satu langkah penting dalam mendukung transisi energi di Indoensia antara lain digunakan sebagai bahan baku pembangkit solar, angin dan nuklir, kabel distribusi serta baterai kendaraan listrik dan pembangkit EBT.