Jakarta, MinergyNews– Selama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, terdapat 6 proyek hulu migas yang tercatat berhasil produksi serta kesepakatan pendanaan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi dalam konferensi pers Capaian Kinerja Hulu Migas di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, akhir pekan lalu, menyatakan, proyek pertama yang berhasil berproduksi adalah Banyu Urip. Proyek yang investasinya mencapai US$ 3,38 miliar ini, onstream tanggal 12 Desember 2015 untuk Train A dan 18 Januari 2016 untuk Train B, serta kapasitas produksi sebanyak 185.000 barel per hari. Proyek Banyu Urip juga merupakan salah satu wilayah kerja yang berkontribusi besar terhadap keekonomian masyarakat Bojonegoro.
“Banyak yang dicapai oleh Proyek Banyu Urip ini . Yang patut dicatat bahwa Proyek Banyu Urip ini berkontribusi besar pada pelatihan keterampilan untuk pekerja lokal menyangkut pada dunia pendidikan, kesehatan, pengembangan usaha kecil dan sosial ekonomi. Proyek Banyu Urip ini juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal di Bojonegoro,” katanya.
Proyek kedua merupakan bagian dari proyek ultra laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) yakni Lapangan Bangka. Proyek tersebut telah beroperasi pada Agustus 2016 lalu dengan nilai produksinya 100 MMSCFD dan 4.000 barel per hari kondensat. Nilai investasi berdasarkan POD 1 tahun 2008, investasi sebesar US$ 6,98 miliar.
Ketiga, Lapangan Donggi, Matindok dan Senoro. Amien menyebutkan, Lapangan Senoro telah onstream pada bulan September 2014 dengan investasi US$ 815,5 juta, kapasitas produksi 270 MMSCFD.
Untuk Lapangan Donggi dan Matindok, lanjut Amien, telah onstream di bulan April 2017 dengan kapasitas produksi 105 MMSCFD dan saat ini produksinya mencapai 90 MMSCFD. “Jadi ini satu contoh dari hulu masih bisa memproduksikan banyak. Tapi dari sisi komersialnya masih belum bisa di salurkan,” tambah Amien.
Proyek keempat adalah Lapangan Jangkrik yang investasinya sebesar US$ 3,77 miliar. Gas yang disalurkan menuju Kilang Bontang ini telah onstream pada bulan Mei 2017 dengan produksi awal sebesar 450 MMSCFD dan dapat ditingkatkan mencapai 600 MMSCFD.
Selanjutnya, Lapangan Madura BD yang telah onstream pada bulan Juni 2017 dengan investasi US$ 642,1 juta dan kapasitas produksi 100 MMSCFD. Saat ini, produksinya baru 46 MMSCFD. Produksi gas yang di bawah separuh kapasitas ini, menurut Amien, lantaran pipa untuk menyalurkan gas kepada pembeli saat ini baru satu yang terbangun yaitu milik dari PT PGN.
“Diharapkan pertengahan bulan November, pipa yang dibangun oleh pipa Inti Alasindo dan Pertagas. Kalau pipa yang kedua ini terbangun, maka seluruh produksi yang 100 MMSCFD akan bisa diproduksikan,” ujar Amien.
Proyek terakhir adalah proyek Tangguh yang konstruksi fisiknya baru saja dimulai. Meski belum berproduksi, proyek ini berhasil mencapai keputusan final investasi (financial investment decision/FID) tahun 2016.
Proyek Tangguh Train 3 merupakan merupakan salah satu dari dua proyek gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di dunia yang dapat berhasil mencapai FID untuk LNG plant. Investasi Tangguh Train 3 mencapai US$ 11,15 miliar dengan kapasitas poduksi 3,8 TPA LNG (700 MMSCFD) dan 3.200 BCPD. Diperkirakan proyek akan onstream kuartal 2 tahun 2020.
Proyek ini pada puncaknya akan menyerap lebih dari 7.000 tenaga kerja dimana 30% diharapkan dari lokal Papua. Saat ini sedang dilaksanakan pelatihan untuk 200 tenaga kerja dari Papua untuk nantinya mengopersaikan kilang LNG.