Jakarta, MinergyNews– Pemenuhan energi saat ini menjadi syarat utama untuk membangun kawasan industri di suatu Negara.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus belum lama ini di Jakarta.
“Infrastruktur energi untuk melancarkan distribusi energi ke pusat~pusat kegiatan industri terbilang masih minim,” ujarnya.
Selain itu, menurut Ahmad, infrastruktur jaringan transmisi gas bumi juga masih terbatas. Infrastruktur distribusi gas bumi masih menggunakan pipa (bentuk LNG), padahal lokasi industri tidak seIaIu berdekatan dengan sumber gas bumi.
Disamping itu, tambahnya, pengolahan ke bentuk LPG masih sangat minim, karena itu tidak heran bila kebutuhan LPG diperoleh dari impor.
Ahmad mengungkapkan bahwa kurangnya pasokan energi karena sebagian produksi energi nasional terikat dengan kontrak untuk kepentingan eskpor dari negara yang melakukan eksplorasi energi dan harga jual lebih tinggi.
“Gas, sekitar 47,8 persen dari total produksi gas nasional dialokasikan pemerintah untuk kebutuhan ekspor,” tuturnya.
Sementara itu, lanjut Ahmad, pasokan energi dengan biaya murah, efisien, dan ramah lingkungan masih sangat sulit diperoleh.
“Pemangkasan subsidi energi membuat harga energi sama atau lebih tinggi dibandingkan harga internasional,” katanya.
Namun disisi lain, program pemerintah terkait diversifikasi energi Energi Baru Terbarukan (EBT) masih sulit dilakukan. Penyebabnya karena selain biaya (investasi) yang dikeluarkan lebih mahal, juga ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan masih belum memadai.
“Pemanfaatan energi terbarukan masih relatif rendah karena tingginya biaya investasi, regulasi, insentif dari pemerintah serta harga jual yang tinggi,” pungkasnya. (us)