Untuk memuluskan pengembangan teknologi tersebut, pemerintah Indonesia menjajaki kerja sama dengan Korea Selatan. Hal itu mencuat pada acara bertajuk ‘The 14th Indonesia-Korea Energy Forum (IKEF)’ yang digelar di Jakarta, Selasa (28/11).
Membuka acara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyampaikan bahwa Indonesia telah mencanangkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, dan telah menyusun peta jalan transisi energi untuk mencapai target itu.
“Kami menargetkan penurunan emisi sebesar 231,2 juta ton CO2e di tahun 2025, 388 juta ton CO2e di tahun 2035 dan 1.043,8 juta ton CO2e di tahun 2050,” jelas Tutuka.
Dengan target ambisius untuk menyusutkan emisi tersebut, salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan CCS/CCUS. Tutuka menyebutkan implementasi teknologi CCS/CCUS di Indonesia memiliki 15 proyek yang sedang digarap.
Proyek CCS/CCUS kami tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dari barat hingga timur, dari Sumatera sampai Papua. Proyek-proyek ini sebagian besar ditargetkan onstream pada tahun 2030,” tambahnya.
Total investasi CCS/CCUS di Indonesia, sambungnya, diprediksi mencapai USD 7,97 miliar. Oleh karena itu, Ia siap membuka diskusi kepada delegasi Korea Selatan untuk menggali potensi kerja sama terkait CCS/CCUS maupun peluang kerja sama karbon transboundary.
Pemerintah Indonesia, dikatakan Tutuka juga telah menerbitkan regulasi berupa Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini mencakup kegiatan-kegiatan antara lain: penangkapan, transport, injeksi, penyimpanan, dan penggunaan. Saat ini Peraturan Menteri ESDM berfokus hanya pada kegiatan di wilayah kerja minyak dan gas bumi.
Kemudian regulasi lain juga tengah disiapkan, yakni Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang CCS di luar kegiatan migas. Rancangan Perpres tersebut akan mengatur Perizinan Berusaha Untuk Izin Eksplorasi & Izin Operasi Penyimpanan Karbon.
“Sedangkan persyaratan pengangkutan CO2 lintas batas (Cross Border), akan dinaungi dalam kerja sama pemerintah antar negara (G2G) yang dituangkan dalam perjanjian internasional sebelum dijalankan korporasi antar negara (B2B),” tandasnya.