Jakarta, MinergyNews– RUU Minerba yang diusulkan Pemerintah dan DPR tersebut menyebabkan perubahan pasal yang cukup banyak, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah ini RUU Perubahaan atau UU yang baru sama sekali.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Prof Irwandy Arif dari Indonesian Mining Institute (IMI) di Jakarta.
Menurut Irwandy, jika ini RUU perubahan seharusnya cukup melakukan penyesuaian atas UU No.23/2011 terkait otonomi daerah dan beberapa keputusan Mahkamah Konstitusi. Beberapa ketentuan yang sifatnya teknis nantinya perlu disesuaikan dengan prinsip pengusahaan pertambangan yang baik dan benar.
Irwandy juga menjelaskan, pentingnya melakukan penggolongan barang hasil tambang dalam klasifikasi tambang strategis, vital, dan non-strategis dan non-vital. Penggolongan bahan tambang berdasarkan peran strategis perlu dikuatkan kembali dalam rangka mendukung pembangunan nasional jangka panjang, termasuk rencana industri nasional yang berkaitan dengan konsep hilirisasi, energy security dan national security, sehingga amanat konstitusi dapat tercapai.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan pembentukan suatu badan usaha negara khusus (BUMN Khusus atau BUMD Khusus) untuk memegang Konsesi dari Pemerintah yang tugas utamanya melakukan fungsi pengelolaan atas seluruh SDA minerba di Indonesia,” tuturnya.
Selain itu, Irwandy mengatakan bahwa kita perlu mengubah persepsi bahwa Indonesia kaya sumber daya tambang, karena pada kenyataannya Indonesia menuju fase kelangkaan. Sumber daya dan cadangan mineral dan batubara Indonesia bukan termasuk dalam top tiers tetapi lebih pada posisi yang moderate. Bahkan kontribusi sektor pertambangan terhadap GDP nasional semakin menurun. Kontribusi sektor pertambangan terhadap GDP pada 2016 adalah 7.21 persen. Negara menerima pendapatan pajak pertambangan sebesar Rp 22 miliar pada 2016 dari 122 perusahaan pertambangan, pendapatan bukan pajak sebesar Rp27,147 pada 2017.
“RUU Minerba harus memuat aturan konservasi cadangan mineral,” kata Prof Irwandy.
Hingga saat ini, lanjut Irwandy, cadangan mineral nasional sangat minim, jika dibagi per kapita cadangan dunia. Cadangan mineral Indonesia per kapita, yakni cadangan bauksit adalah 3,91 ton/kapita; cadangan emas 0,0000117 ton/kapita, cadangan nikel 0,018 ton/kapita; cadangan timah 0,0031 ton/kapita, cadangan tembaga 0,1 ton/kapita, dan cadangan batubara adalah 169,67 ton/kapita.
Oleh karena itu, Irwandy mengungkapkan RUU Minerba perlu dibuat lebih seksama, yakni perlu mengakomodasi prinsip-prinsip keberlanjutan, yakni mengakomodasi aspek ineventarisasi, pemanfaatan dan konservasi. Aspek Inventarisasi, yakni mencangkup Akurasi Data Cadangan dan Sumberdaya, Rekonsiliasi Data Eksplorasi, serta meningkatkan gairah junior mining company dengan legal framework yang lebih menggairahkan. Aspek pemanfaatan yakni penyelesaian KK&PKP2B, serta penyelesaian masalah divestasi. Kemudian aspek konservasi, harus mengakomodasi program Hilirisasi Mineral.
“RUU Minerba minimal harus memuat konsep energy security serta orientasi pengembangan SDM nasional yang mengutamakan kepentingan negara, yang artinya pengelolaan pertambangan harus dilakukan BUMN,” imbuhnya.
Sementara itu, Irwandy menegaskan, RUU Minerba harus memuat amanat memenuhi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, bahwa pertambangan mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan. “Hampir semua hal-hal di atas belum terakomodasi dalam RUU minerba yang ada,” tukasnya.