FSPPB Minta BPK Audit Penambahan Direksi Pertamina

Jakarta, MinergyNews– Terkait dengan keputusan Menteri BUMN Rini Soemarno yang merombak jajaran direksi PT Pertamina (Persero), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai bahwa keputusan tersebut telah menabrak janji efisiensi Jokowi saat di awal memerintah pada 2014 lalu.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Presiden FSPPB, Noviandri dalam konferensi persnya di kantor federasi, Jakarta, Rabu (14/02).

“SK 039 Menteri BUMN membingungkan karena ada perubahan nomenklatur dan penambahan menjadi 11 direksi,” ujarnya.

Noviandri menegaskan, keputusan ini tidak melalui kajian ilmiah tetapi atas keinginan pemerintah tanpa campur tangan direksi dan komisaris. Padahal, dengan penambahan satu direksi saja, biaya operasional per tahun akan membutuhkan US$ 1 juta.

Oleh karena itu, tambahnya, pihaknya mencurigai bahwa jangan-jangan penambahan direksi Pertamina merupakan modus yang digunakan untuk menggerogoti keuangan perusahaan menjelang Pemilu 2019 nanti.

“Dan untuk itu kami meminta agar BPK mengaudit ini. Bahkan, KPK juga ikut menelisik ada apa di balik ini semua,” tuturnya.

Sementara itu, lanjutnya, FSPPB juga menyoroti pembentukan direktorat retail yang fungsinya mirip dengan direktorat pemasaran. Dan dikhawatirkan, kedua direktorat tersebut akan menimbulkan gesekan hingga rawan mengganggu produk Pertamina di sektor hilir seperti elpiji dan BBM.

“Karena antar direksi pasti butuh koordinasi. Nah jika misalnya elpiji atau BBM langka, justru akan menjadi bumerang bagi pemerintah. Akan menjadi objek politik yang dengan mudah dimanfaatkan menjelang Pemilu 2019,” imbuhnya.

Namun anehnya, menurut dirinya, komisaris Pertamina tak satupun dilibatkan Menteri Rini dalam proses perubahan nomenklatur tersebut.

“Itu sebabnya FSPPB berharap komisaris secara etika sudah selayaknya mengundurkan diri. Mereka punya kompetensi tetapi tidak dianggap,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Direksi jumbo Pertamina dengan menambah dua direktorat baru hingga kini berjumlah 11 direksi, merupakan pemborosan biaya operasional di tengah besarnya beban penugasan pemerintah yang harus ditanggung Pertamina.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *