FSPPB: Kenaikan Harga BBM harus Persetujuan dari Pemerintah

Jakarta, MinergyNews– Terkait dengan keputusan pemerintah yang menetapkan bahwa setiap kenaikan harga BBM non subsidi, yaitu Pertalite dan Pertamax CS harus atas persetujuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM. Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai bahwa hal itu dianggap sudah sesuai dengan perintah UUD 1945 pasal 33 bahwa seluruh kekayaan alam Indonesia harus digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Presiden FSPPB, Arie Gumilar saat ditemui usai acara pengukuhan pengurus FSPPB periode tahun 2018-2021 bertempat di kantor Pertamina, Senin (7/5) di Jakarta.

Namun menurut dirinya, meski sudah benar bahwa segala macam keputusan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas harus diambil oleh pemerintah, akan tetapi pemerintah juga tidak boleh melupakan bahwa Pertamina adalah perusahaan milik negara yang juga dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia, sehingga seharusnya Pertamina juga tidak boleh dibiarkan menderita kerugian karena sejatinya keuntungan bisnis yang dihasilkan oleh Pertamina, juga merupakan uang negara yang seharusnya bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

“Memang sudah benar, cabang-cabang yang mengenai hajat hidup orang banyak itu ditetapkan negara, seperti penetapan harga BBM itu sudah benar. Tapi ini juga harus diimbangi dengan kebijakan korporasi, karena Pertamina adalah perusahaan milik negara, yang keberlangsungan bisnisnya harus menjadi tanggung jawab negara,” katanya.

Selain itu, Arie mengungkapkan, kondisi saat ini, bahwa harga BBM penugasan seperti Premium dan Solar yang ditahan tidak naik hingga 2019, sementara kemudian harga BBM umum seperti Pertalite dan Pertamax CS juga harus mengikuti prosedur penetapan harga oleh pemerintah, maka seharusnya pemerintah tidak boleh menutup mata atas fakta yang menyebut bahwa Pertamina saat ini menanggung kerugian atas penjualan BBM lantaran harga yang ditetapkan pemerintah dianggap jauh dari harga keekonomian.

“Namun faktanya saat ini negara seolah lepas tangan akibat kerugian yang diderita perusahaan atas penjualan BBM seperti Premium. Kita tau sejak dari 2014 dari Perpres 191 dinyatakan bahwa premium sudah bukan komoditas subsidi, artinya kalau ada kerugian dari penjualan produk premium, itu yang harus memberikan subsidi adalah Pertamina, nah ini akan mengganggu cash flow, mengganggu keberlangsungan bisnis Pertamina,” tuturnya.

Untuk itu, dirinya meminta kepada Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN memahami akan situasi dan kondisi bisnis Pertamina akhir-akhir ini dan mereview kembali berbagai kebijakan yang dianggap merugikan Pertamina.

“Yang diharapkan Pertamina jangan sampai shut down, pemerintah harus menjaga agar perusahaan ini jangan sampai kolaps,” tandasnya.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *