Jakarta, MinergyNews– Freeport-McMoRan Inc menyatakan bahwa anak perusahaannya, PT Freeport Indonesia (PTFI), terus mencari persetujuan dari pemerintah Indonesia untuk ekspor konsentrat tembaga, sesuai dengan hak Freeport dalam Kontrak Karya (KK). Sampai saat ini, persetujuan belum diberikan.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Presiden sekaligus Chief Executive Officer FCX, Richard C Adkerson, dalam keterangan resminya di Jakarta.
“Kami telah aktif berkerja sama dengan pemerintah Indonesia agar kegiatan operasi PTFI tak terganggu. Ini adalah keinginan dari semua pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Indonesia, tenaga kerja besar kami, masyarakat setempat, pemasok lokal dan pemegang saham Freeport,” ujarnya.
Namun, Richard menambahkan, pihaknya berharap pemerintah Indonesia bisa segera memberikan izin ekspor konsentrat kepada PTFI agar kegiatan operasi di Tambang Grasberg tidak terganggu.
Richard menegaskan, jika kegiatan produksi sampai terhenti, akan timbul dampak negatif yang merugikan semua pihak. “Kami kecewa bahwa hal ini masih belum terselesaikan dan khawatir dengan dampak negatif bagi seluruh stakeholder, terutama untuk tenaga kerja kita dan perekonomian lokal setempat,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PTFI, Chappy Hakim, mengatakan Freeport membutuhkan stabilitas jangka panjang untuk menjamin investasinya di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat memberikan hal ini.
“Kami mendorong Pemerintah Indonesia agar kami dapat terus beroperasi penuh tanpa gangguan, memberikan jaminan yang diperlukan untuk mendukung program investasi jangka panjang kami, sehingga dampak negatif dapat dihindari,” kata Chappy.
Sebagai informasi, pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2016 (Permen ESDM 5/2016), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 (Permen ESDM 6/2016).
Peraturan-peraturan baru tersebut diterbitkan agar hilirisasi mineral dapat tetap berjalan tanpa merugikan perusahaan-perusahaan tambang pemegang KK, perekonomian di daerah penghasil tambang pun tak terganggu.
Berdasarkan PP 1/2017, para pemegang KK harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat. Bila tak mau mengganti KK-nya menjadi IUPK, mereka tak bisa mengekspor konsentrat. Prosedur untuk mengubah KK menjadi IUPK diatur dalam Permen ESDM 5/2017.
Merespons beleid baru tersebut, PT Freeport Indonesia menyatakan bersedia mengubah KK mereka menjadi IUPK. Freeport telah mengajukan permohonan perubahan bentuk pengusahaan menjadi IUPK Operasi Produksi sekaligus pengakhiran KK kepada Menteri ESDM.
Akan tetapi, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu meminta stabilitas dan kepastian hukum dari pemerintah apabila KK telah diubah menjadi IUPK. Jangan ada aturan-aturan fiskal dan perpajakan baru di kemudian hari yang membuat Freeport terbebani sehingga mengurangi keekonomian usaha pertambangan. (us)