Jakarta, MinergyNews– PT Freeport Indonesia, diharapkan taat aturan main dan hukum yang berlaku di Indonesia. Rezim Kontrak Karya sejak tahun 1991, sudah tidak bisa lagi dijadikan rujukan dalam melakukan bisnis tambang di Indonesia.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Peneliti Ekonomi-Politik dari Lembaga Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman di Jakarta.
“Di sektor pertambangan, semua perusahaan tambang wajib mematahui aturan baru melalui UU No.4/2009, tentang Mineral dan Pertambangan dengan berbagai aturan operasionalnya seperti PP 1/2017, tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” ujarnya.
Menurut Ferdy, dengan adanya rezim baru, pemerintah Indonesia ingin mengubah paradigma pertambangan di tanah air di mana tambang harus diolah dalam pabrik smelter dalam negeri.
Semua perusahaan tambang wajib membangun smelter di Indonesia termasuk Freeport. “Freeport sebaiknya menyudahi renegosiasi kontrak dengan cara-cara lama yang cenderung memaksa dan mendikte pemerintah ikut kemauan perusahaan itu ada kesan kuat, Freeport hanya ingin mengakomodasi kepentingan korporasi saja, sementara kepentingan negara yang ditawarkan pemerintah tak diterima,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ferdy menilai boleh jadi sebelum pemerintahan Jokowi-JK Freeport tidak terlalu mengakomodasi kepentingan bangsa sehingga berharap pemerintahan sekarang juga tunduk dan taat pada Freeport. Menurutnya, Freeport tidak belajar bagaimana pemerintah Jokowi-JK menyerahkan blok Mahakam (Kalimantan Timur ) ke Pertamina dan tak melanjutkan kontrak Total E&P (Prancis).
“Keputusan nasionalisasi blok Mahakam seharusnya menjadi referensi Freeport untuk lebih taktis melakukan renegosiasi. Belum ada satupun rejim yang memerintahkan Freeport harus mengalihkan status KK menjadi IUPK dengan syarat wajib membangun smelter dan divestasi saham. Hanya pada jaman pemerintah Jokowi-JK, Freeport harus tunduk pada negara,” imbuhnya.
Sementara itu, tambahnya, konversi KK ke IUPK itu adalah amanatkan UU No.4/2009, tentang mineral dan pertambangan. Menurut dia, keputusan peralihan KK menjadi IUPK bukan hanya keputusan pemerintah Jokowi-JK, apalagi menteri ESDM Ignasius Jonan. Peralihan itu adalah perintah konstitusi UUD 45 yang mengamanatkan semua tambang strategis wajib dikontrol negara untuk kesejahteraan rakyat.
“Jadi diharapkan selesaikan masalah ini di meja perundingan, renegosiasi, bukan ajukan pemerintah ke arbitrase internasional,” katanya.
Namun, lanjutnya, Pemerintah boleh saja mengacu pada konstitusi UUD 1945 dalam pengambilan kebijakan, seperti divestasi saham, tetapi pemerintah harus luwes menggunakan konstitusi. Keluwesan itu, kata dia penting dalam kerangka menimbang biaya investasi underground dan smelter cukup besar.
Ferdy mengungkapkan, aturan divestasi bagi Freeport bisa dilunakan sedikit. Freeport misalnya tetap menjadi operator dan kerja sama dengan perusahaan BUMN. “Yang penting, Freeport wajib membangun smelter di Papua, bukan di Gresik, Jawa Timur agar memberi nilai tambah bagi pembangunan daerah,” tandasnya. (us)