Jakarta, MinergyNews– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, peraturan teranyar terkait sektor pertambangan mineral sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar kepada wartawan di Jakarta.
Arcandra menegaskan, adapun peraturan yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara serta peraturan turunannya.
“Apa yang dikeluarkan sudah sesuai dengan UU,” ujarnya.
Untuk itu, Arcandra menjelaskan, pihaknya menghormati rencana gugatan tersebut serta siap menjelaskan ke pengadilan terkait terbitnya peraturan sektor pertambangan.
Menurut dirinya, PP Nomor 1/2017 serta peraturan turunannya terbit berdasarkan kajian mendalam. “Kita adalah negara demokrasi. Kalau yang menggugat ada jalurnya. Kita dalam hal ini pemerintah, juga siap untuk menjelaskan maksud PP dan Permen (Peraturan Menteri ESDM) yang diterbitkan,” tuturnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil menggugat pemerintah terkait pemberian relaksasi ekspor mineral mentah dan konsentrat. Relaksasi itu dinilai melanggar amanat UU Minerba. Rencananya, gugatan tersebut segera diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Dalam gugatannya, mereka meminta relaksasi tersebut dibatalkan.
Arcandra menegaskan, pemerintah melarang pemegang Kontrak Karya mengekspor mineral hasil pengolahan alias konsentrat merujuk pada amanat UU Minerba. Dia menerangkan, dalam pasal 170 UU Minerba menyatakan pemegang Kontrak Karya wajib melakukan pemurnian mineral dalam negeri dalam jangka waktu 5 tahun sejak diundangkannya Undang-undang tersebut.
Namun, tambahnya, dalam UU Minerba tidak memuat batasan waktu bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dalam melakukan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.
Berangkat dari ketentuan itu, maka terhitung 12 Januari 2017 hanya pemegang IUPK yang bisa ekspor konsentrat. Dengan begitu pemegang Kontrak Karya yang ingin mengirim konsentrat ke luar negeri harus mengajukan perubahan status menjadi IUPK. “IUPK tidak ada batasan waktu. Ini celahnya, ini faktor yang bisa kita pakai bisa terbitkan PP 1/2017,” imbuhnya.
Dirinya mengungkapkan, izin ekspor konsentrat hanya diberikan bagi IUPK yang membangun fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Izin tersebut, lanjut dia, hanya berlaku selama lima tahun. Selain itu, dalam beleid teranyar memuat sanksi bagi pembangunan smelter yang tidak signifikan. Sanksinya berupa pencabutan izin ekspor. (us)