Jakarta, MinergyNews– Penilaian progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) per enam bulan, sepertinya akan semakin ketat. Pasalnya, tak hanya berhenti dalam pembentukan tim verifikator independen, pemerintah juga akan membentuk tim counterpart sebagai pembanding tim verifikator independent itu.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit mengatakan bahwa pihaknya tengah membuat Surat Keputusan (SK) untuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) ESDM untuk mengawasi independensi dari tim verifikator independen.
“Kalau kami tidak yakin kan akan membentuk counterpart. Kita sedang buatkan SK-nya untuk LIPI dan Tekmira. Sebagai tim pembanding,” jelasnya kepada KONTAN.
Bambang mengklaim pembentukan counterpart bukan karena tidak yakin dengan kinerja tim verifikator. Hanya saja, proses pembangunan smleter bisa berjalan dengan ketat dan sesuai apa yang direncanakan. Misalnya saja, kemajuan smelter sudah harus 90% dari yang sudah direncanakan.
“Kalau tidak independen kan berarti kredibilitas mereka sendiri yang jelek. Harus kita cek juga, counterpart masuk ke salah satu perusahaan tim verifikator atau tidak,” ungkapnya.
Asal tahu saja, Kementerian ESDM telah menetapkan tim verifikator mengerucut pada tiga perusahaan yakni PT Surveyor Indonesia, PT Rekayasa Industri dan PT Sucofindo. Adapun penetapan ketiga perusahaan itu telah ditandatangani oleh Dirjen Mineral dan Batubara atas nama Menteri ESDM.
“Dari 6 perusahaan yang kami undang, hanya mereka yang mengajukan aplikasi. Tapi kami tetap akan meminta yang lain untuk mengajukan,” ungkapnya.
Bambang menuturkan ketiga perusahaan itu memiliki cakupan yang berbeda dalam memverifikasi progres pembangunan smelter. Untuk Surveyor dan Sucofindo bertugas mengevaluasi smelter yang pada tahap perencanaan hingga jelang konstruksi. Sedangkan Rekayasa Industri memverifikasi smelter yang telah memasuki tahap smelter. “Jadi tugas itu sesuai dengan keahlian mereka masing-masing,” ujarnya.
Sementara, kata Bambang, tim verifikator mulai bekerja setelah ada permohonan dari perusahaan yang membangun smelter. Permohonan itu baik dalam pengajuan rekomendasi izin ekspor maupun untuk memperpanjang izin ekspor tersebut. Selain itu tim verifikator pun bergerak setiap enam bulan untuk mengevaluasi kemajuan smelter.
Pasalnya hanya perusahaan yang bangun smelter saja diberi izin ekspor. Namun, izin ekspor itu bisa dicabut bila dalam enam bulan progres pembangunan smelter belum mencapai 90% dari rencana kerja. “Hasil dari evaluasi tim ini menjadi dasar bagi kami,” ujarnya.
Pembentukan tim verifikator ini berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 35 tahun 2017. Verifikator independen yang dimaksud dalam peraturan tersebut merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau anak perusahaan BUMN yang memiliki keahlian melakukan verifikasi rencana dan kemajuan fisik pembangunan smelter.
Tercatat baru 4 perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan rekomendasi izin ekspor PT Amman Mineral Nusa Tenggara pada Februari lalu. Kemudian PT Antam Tbk dan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara pada Maret kemarin serta PT Freeport Indonesia pada April. Perhitungan kemajuan per enam bulan dihitung sejak perusahaan itu mengantongi rekomendasi izin ekspor.