Jakarta, MinergyNews– Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menilai lamanya penunjukan Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas) pengganti Hendra Jaya, tidak terlepas dari adanya kubu yang saling berseberangan di tubuh PT Pertamina (Persero). Sebagai pemegang saham, petinggi Pertamina kemungkinan belum sepakat untuk menentukan sosok yang tepat memimpin Pertagas.
“Saya melihat lamanya keputusan penunjukan Dirut Pertagas karena adanya tarik-menarik kekuatan di Pertamina dan tentu Pertamina menginginkan yang terbaik untuk memimpin Pertagas,” ujar Ferdinand saat dimintai komentar, Minggu (22/01).
Menurut Ferdinand, Pertamina sebetulnya mempunyai banyak sosok yang tepat untuk memimpin Pertagas. Namun, Ferdinand mengaku tidak etis jika harus menyebut nama. Ia kembali menegaskan, lowongnya kursi bos Pertagas hanyalah masalah restu dari pemegang saham.
“Masalah siapa yang layak, saya tidak ingin menyebut nama karena semua calon tentu orang-orang yang mampu dan memiliki kapasitas serta kapabilitas. Persoalannya, ini masalah restu dari pemegang saham,” tukas Ferdinand.
Adanya adu kuat di dalam tubuh Pertamina juga disinyalir oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. Menurutnya, lowongnya kursi bos Pertagas tersebut dinilai tidak terlepas dari pembentukan struktur baru di tubuh Pertamina oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Sayangnya, penambahan kursi Wakil Dirut dan Direktur tersebut justru tidak mampu mendongkrak kinerja perseroan. Sebaliknya, direksi jumbo malah melahirkan perseteruan antar kubu.
“Terkesan kental semakin menguatnya perang terselubung antar kubu Dirut Pertamina dan kubu Wadirut. Bahkan mungkin saja publik membacanya suasana ini memang dikehendaki oleh Menteri BUMN guna mengkerdilkan kewenangan Dirut Pertamina,” tukas Yusri dalam siaran persnya, Minggu (22/01).
Sebelumnya, penambahan direksi Pertamina sempat heboh lantaran salah seorang dewan komisaris yang mengusulkan penambahan itu sedang berada di luar negeri yang ikut mendampingi kunjungan kerja Dirut Pertamina. Tak lama setelah pengusulan tersebut, Hendra Jaya sebagai Dirut Pertagas langsung diberhentikan.
Yusri mengaku khawatir adu kuat direksi Pertamina sejauh ini telah berimplikasi pada kinerja perusahaan yang semakin terpuruk. Apalagi, sambung dia, penempatan salah satu direksi Pertamina bukan belatarbelakang sesuai bidangnya. Alhasil, impor BBM terpaksa terus mengalami kenaikan.
“Contohnya Direktur Pengolahan dijabat oleh belatarbelakang pemasaran. Akibatnya sejak 2 Desember 2016 sampai sekarang sudah terjadi 5 kilang totally black out (TBO) alias berhenti beroperasi total yang terdiri kilang RU II Dumai, RU IV Cilacap dan 3 kali untuk RU V Balikpapan. Ini tidak pernah terjadi dalam sejarah selama umur Pertamina berdiri,” bebernya.
Diketahui, Hendra Jaya dicopot sebagai Dirut Pertagas sejak September 2016. “Dia (Hendra) sejak 31 Agustus sudah berakhir masa kontraknya. Kalau setahu saya, memang kontraknya sampai 31 Agustus dan tidak diperpanjang,” kata VP Corporate Communication Wianda Pusponegoro, Senin (5/9/2016).
Namun Wianda enggan menjelaskan alasan di balik keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang tak memperpanjang jabatan Hendra.
“Biasanya seorang Dirut kalau sudah selesai maka langsung disiapkan. Bisa tiga sampai empat calon biasanya. Dan itu mungkin lagi proses,” ucap Wianda kala itu. (us)