Jakarta, MinergyNews– Terkait dengan adanya pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dari Fraksi Golkar, Maman Abdurrahman menegaskan bahwa, RUU Minerba tersebut telah memberikan karpet merah kepada tujuh Perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan mengesampingkan perusahaan BUMN.
Dirinya juga membantah adanya tudingan bahwa pengesahan RUU tersebut telah melanggar konstitusi khususnya Pasal 33 UU 45 ayat 3 karena kontrak pertambangan swasta atau asing diperpanjang.
“Dalam pasal itu tidak ada kata spesifik yang mengharuskan pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan oleh BUMN,” ujarnya dalam webinar dengan tema RUU Minerba Untuk Siapa?, Selasa (19/5).
Menurut Maman, proses pengesahan RUU Minerba telah memenuhi beberapa aspek yaitu kajian akademik, menganalisis daftar inventaris masalah (DIM) hingga sinkronisasi dengan berbagai regulasi yang ada.
“Tidak benar kalau pengesahan RUU Minerba terlalu cepat,” cetusnya.
Pasalnya, Maman menjelaskan, pembahasan RUU Minerba hingga pengesahan sudah lama dilakukan bahkan sejak tahun 2015. Sehingga tudingan pembahasan yang hanya dilakukan dalam kurun waktu 3-4 bulan belakangan adalah tidak tepat.
“Kalau disebut pembahasan RUU ini diam – diam itu salah, jadi bukan hanya 3-4 bulan terakhir tapi ini udah dimulai sejak 2015, carry over hanya menghlangkan mekanisme, tapi substansi dan DIM per pasal kita bahas semuanya. Jangan dipelintir seakan – akan ini diem diem kita libatkan DPD, akademisi dan multi stakeholder kok,” ucapnya.
Dikesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara mengatakan, pembahasan RUU Minerba sarat dengan keganjilan.
Menurut Marwan, banyak proses yang terlewatkan bahkan menabrak konstitusi. DPR dan pemerintah dinilai tidak lagi mendukung BUMN untuk tumbuh kembang karena kontrak-kontrak tambang justru diberikan ke swasta atau asing.
“DPR dan pemerintah harusnya mengutamakan BUMN terlebih dahulu dan tidak mudah mengobral kontrak pada swasta atau asing,” tandasnya.