Jakarta, MinergyNews– Dewan Komisaris yang saat itu menjabat pada proses akuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 yang lalu dinilai tidak tegas oleh mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero), Frederick ST Siahaan.
Pasalnya, jajaran komisaris kala itu terkesan lempar tanggung jawab kerugian Pertamina dalam participating interest (PI) sebesar 10 persen pada Blok tersebut. Akhirnya jajaran direksi termasuk dirinya dan Mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, terjerat kasus yang saat ini masih disidangkan.
Hingga kini, Karen masih dihadapkan pada peliknya kasus yang dianggap memperkaya orang lain dan merugikan negara hingga Rp568 miliar. Padahal kasus ini seharusnya tidak akan terjadi apabila Komisaris konsisten dengan keputusannya saat itu.
Frederick mengungkapkan, akuisisi Blok BMG telah mendapatkan restu dari dewan komisaris. Namun disaat proses berlanjut, komisaris menyesali keputusannya untuk merestui akuisisi tersebut. Dan selang beberapa lama kemudian, dewan komisaris menyetujuinya.
Namun, menurut Frederick sangat disayangkan sikap plin – plan dari dewan komisaris ini sudah terlanjur membawa jajaran direksi di dalam pusaran masalah di mana ujung-ujungnya investasi yang dilakukan Pertamina kala itu tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
“Komisaris itu punya kewenangan dan apa yang jadi wewenangnya dia berhak setuju atau tidak setuju (rencana akuisisi Blok BMG), tapi dia bilang setuju di depan kemudian menyesali keputusannya terus akhirnya setuju lagi. Kalau ini menyesali keputusannya kenapa nggak bilang dari awal saja, komisaris ini nggak tegas,” ujarnya saat ditemui usai menjadi saksi dalam persidangan Karen, Kamis, (9/5).
Selain itu, Frederick juga membantah kesaksian dari komisaris yang sempat menyatakan bahwa keikutsertaan Pertamina dalam bidding untuk proyek tersebut adalah sebagai upaya melatih SDM Pertamina.
Menurut dirinya, hal itu tidak benar. Komisaris dan dewan direksi sudah memahami bahwa keikutsertaan Pertamina dalam setiap bidding dalam sebuah proyek adalah untuk mendapatkan benefit bagi perusahaan.
Sementara itu, lanjut Frederick, kalau hanya sekedar untuk pelatihan SDM, dewan direksi tidak perlu meminta restu dari dewan komisaris. Sementara yang dilakukan Karen mewakili direksi lainnya untuk akuisisi Blok BMG telah melalui tahapan untuk meminta persetujuan dewan komisaris.
“Mana ada biding untuk main atau nyoba-nyoba, kalau untuk nyoba-nyoba ya mendingan kita nggak usah biding. Ngapain kita bayar konsultan mahal, ngapain kita bayarin biaya perjalanan kalau hanya untuk jalan – jalan belajar,” imbuhnya.
Atas pernyataan dan kesaksian dari dewan komisaris yang sempat didatangkan sebagai saksi di dalam persidangan Karen, Frederick menyebut bahwa ada motif lain dibalik sikap inkonsisten dewan komisaris. Dia curiga dewan komisaris saat itu sengaja mempermainkan direksi Pertamina.
“Komisaris tidak hanya cuci tangan (dalam masalah Blok BMG) tapi juga punya niat jahat kepada direksi. kalau saya nggak ada masalah dengan komisaris nggak tahu kalau dengan direksi lain,” tandasnya.