“Dalam lima tahun terakhir (tahun 2019 sampai 2023), realisasi PNBP mencapai 110% hingga 192%. Sampai dengan 31 Juli 2024 realisasi PNBP BA 20 Kementerian ESDM adalah sebesar Rp89,14 triliun (77,%),” ujar Bahlil.
Bahlil memaparkan, realisasi pelaksanaan anggaran belanja juga cenderung meningkat. Pada tahun 2023, realisasi pelaksanaan anggaran mencapai Rp6,1 triliun atau 90,4% dari pagu Rp6,8 triliun. Nilai Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Terpadu (SMART) sebesar 94,83. Sedangkan nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) sebesar 90,64.
“Realisasi PNBP Sektor ESDM yang terdiri dari SDA Migas, Minerba, Panas Bumi dan lainnya (iuran hilir migas, jasa layanan dan diklat, dll) juga selalu melebihi target yaitu mencapai 118%-151% dari target,” sambung Bahlil.
Meski mencatat realisasi yang positif, Bahlil mengungkapkan, di tahun 2023 terdapat 1 (satu) temuan dan rekomendasi BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terkait dengan sektor ESDM, yaitu rekonsiliasi volume dan Harga Bumi Tertentu (HGBT) Tahun 2020 s.d. 2023 belum selesai dilaksanakan dan belum terdapat evaluasi menyeluruh atas implementasi kebijakan HGBT di bidang industri dan/atau di bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum. “Kementerian ESDM telah menindaklanjuti temuan tersebut namun belum sesuai rekomendasi,” ungkap Bahlil.
Selanjutnya, terkait dengan Laporan Keuangan KESDM TA 2023, terdapat 3 (tiga) temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang signifikan, yang telah ditindaklanjuti namun belum sesuai rekomendasi. Pertama, Kementerian ESDM belum mengusahakan perolehan potensi pendapatan negara dari denda Domestic Market Obligation (DMO), sehingga negara kehilangan potensi PNBP.
Kedua, adanya potensi pendapatan PNBP dari denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam (Smelter) belum ditagihkan. Terkahir, BPK menemukan kelemahan pada proses perhitungan dan penetapan royalti serta penjualan hasil tambang pada Aplikasi ePNBP versi 2.
“Tekait temuan kedua yakni, potensi pendapatan PNBP dari denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam (smelter) belum ditagihkan, Kementerian ESDM telah menindaklanjuti namun belum sesuai rekomendasi. Sesuai dengan UU nomor 3 tahun 2020 dan Permen ESDM nomor 17 tahun 2020, maka sejak diberlakukannya larangan ekspor, penyampaian Laporan Hasil Verifikasi (LHV) tidak diwajibkan dan terhadap perusahaan yang memiliki tunggakan denda smelter dengan kategori macet dikenakan sanksi tidak diberikan pelayanan perijinan,” jelas Bahlil.
Bahlil juga menjelaskan, pemeriksaan BPK dimungkinkan lantaran obyek yang diperiksa datanya belum singkron dan sanggahan Kementerian ESDM yang belum diterima secara utuh dan komprehensif oleh BPK.
“Hal ini akan menjadi bagian yang akan kami lakukan ke depan. Insya Allah, kami akan melakukan percepatan-percepatan ini. Apalagi dari WTP ke WDP ini bukan dalam konteks pengelolaan uang yang negara berikan, tetapi lebih pada target pemahaman dari PNBP yang ditargetkan,” terang Bahlil.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto meminta Kementerian ESDM untuk menindaklanjuti semua temuan BPK atas Laporan Keuangan KESDM TA 2023 sesuai rekomendasi yang ada.
“Komisi VII DPR RI memberikan apresiasi atas capaian kinerja keuangan tahun 2023 dan mendorong Kementerian ESDM untuk menyelesaikan tindak lanjut seluruh temuan sesuai rekomendasi BPK RI tahun 2023 secara tuntas,” ucap Sugeng.