Jakarta, MinergyNews– PT Bahana Line meminta kepada hakim agar mengakhiri proses PKPU dan menyatakan perusahaan tersebut (Meratus) pailit, itu dikarenakan tak ada proposal yang masuk dari PT Meratus Line.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh
Kuasa Hukum PT Bahana Line, Syaiful Ma’arif dalam keterangannya yang dikonfirmasi oleh wartawan.
“Ancaman sanksi pailit ini membayangi Meratus Line karena dianggap terus mengulur-ulur kewajiban pembayaran utang sebesar Rp 50 miliar,” ujarnya.
Menurut Syaiful, PT Meratus Line dianggap tak kunjung menunjukkan itikad baik menyelesaikan pembayaran utang terkait dengan utang suplai bahan bakar minyak (BBM) tersebut.
Selain itu, Syaiful menjelaskan, indikasi adanya upaya untuk menunda atau mengulur-ulur kewajiban pembayaran ini terlihat dari tidak jelasnya proposal yang masuk baik pada pihak Bahana Line melalui Pengurus dan Hakim Pengawas, sebagaimana yang telah ada dalam putusan PKPU-Tetap. Pada sidang terakhir kemarin baru ajukan draft proposal saja setelah beberapa kali menunda-nunda.
Sebelumnya, Syaiful menambahkan, pada 14 September 2022 yang lalu, telah terjadi rapat rapat kreditor dengan agenda pencocokan piutang lanjutan PT Meratus Line (dalam PKPU). Dalam rapat itu, Meratus menyampaikan laporan akuntan publik atas perhitungan kerugian keuangan PT Meratus Line tertanggal 12 September 2022, yang diterbitkan oleh akuntan publik Buntar & Lisawati.
“Inti dari laporan itu, berisikan perhitungan kerugian PT. Meratus Line untuk periode Februari 2018 sampai dengan Januari 2022, yang ditimbulkan dari adanya dugaan penyimpangan saat pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada kapal-kapal perusahan PT. Meratus Line (Dalam PKPU) oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line,” katanya.
Berdasarkan Surat Perikatan Nomor 006/KL/VIII/tanggal 05 Agustus 2022 dan Surat Tugas Nomor 063/UL/VIII/202 tanggal 06 Agustus 2022, Ahli Akuntan Publik membuat Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan PT. Meratus Line (Dalam PKPU) tertanggal 12 September 2022.
Syaiful menegaskan, dugaan adanya Penyimpangan saat pengadaan bahan bakar bisa saja dimaknai sebagai “Tuduhan” dan ini tentu bisa pula membuat pihak yang menduga dan atau “menuduh “ bisa di gugat secara pidana.
Tindakan PT. Meratus Line (Dalam PKPU) tersebut dilakukan setelah putusan pernyataan PKPU terhadap PT. Meratus Line (Dalam PKPU) sebagaimana Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 26/PDT.SUS-PKPU/2022/PN.NIAGA.SBY, tertanggal 31 Mei 2022. Karenanya tindakan tersebut seharusnya tunduk pada Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.
Mengacu pada ketentuan Pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan & PKPU, mengatur, selama penundaan kewajiban pembayaran utang, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Jadi kalau mau melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas hartanya harus melalui persetujuan tim pengurus.
Berdasarkan penjelasan dari Tim Pengurus PT. Meratus Line (Dalam PKPU), Surat Perikatan Nomor 006/KL/VIII/tanggal 05 Agustus 2022, Surat Tugas Nomor 063/UL/VIII/202 tanggal 06 Agustus 2022, dan adanya Laporan Akuntan Publik dilakukan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu atau mendapat persetujuan dari pengurus.
Sehingga, surat perikatan dan surat tugas serta laporan akuntan publik tersebut dianggap tidak sah karena bertentangan dengan pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU.
Dalam persoalan laporan akuntan publik oleh Buntar & Lisawati itu, dokumen laporan diperoleh secara sepihak dari PT Meratus Line (Dalam PKPU). Selain itu, materi atau dugaan fraud yang ada dalam laporan akuntan publik itu atas perhitungan kerugian Meratus, sudah masuk dalam Gugatan Perdata No. 456/Pdt.G/2022/PN.Sby., dan Laporan Pidana No. B/69/III/RES.1.1.1./2020/DITRESKRIMUM. Ini membuktikan bahwa hal tersebut hanya audit sepihak yang menyebabkan hasil audit tersebut hanya klaim sepihak tidak mengikat kepada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
Syaiful menyatakan, laporan yang diterbitkan oleh akuntan publik tersebut juga tidak dapat dijadikan bukti adanya kerugian PT. Meratus Line (Dalam PKPU) dan/atau perbuatan melawan hukum dimana yang berhak menentukan adanya kerugian dan/atau perbuatan melawan hukum adalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
“Tindakan-tindakan PT Meratus Line yang memakai jasa akuntan publik tanpa persetujuan tim pengurus maupun hakim pengawas ini disebutnya telah merugikan PT Bahana Line. Untuk itu, selain meminta sang akuntan publik dihadapkan dalam PKPU, Bahana juga minta agar proses PKPU ini diakhiri dan menyatakan PT Meratus Line pailit dengan segala kondisi hukumnya. Tahapan PKPU PT Meratus Line dengan PT Bahana Line ini sendiri akan berjalan kembali pada Selasa 18 Oktober 2022 di Pengadilan Niaga Surabaya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum PT Meratus Line Yudha Prasetya (Dikutip dari Jatimnet.com)
membantah jika disebut tengah mengulur-ulur waktu pembayaran seperti yang dituduhkan. Ia menyebut, pihaknya hanya memohon waktu agar dapat menampung usulan-usulan dari krediturnya.
“Kita bukan mengulur waktu, kita sudah ajukan draf usulan perdamaian. Kita hanya mohon waktu supaya dapat mengakomodir usulan kreditur. Krediturnya kan banyak.”
Dikonfirmasi soal surat keberatan dari pihak Bahana terkait dengan akuntan publiknya, Yudha enggan banyak berkomentar karena mengaku tidak mengetahui banyak soal surat keberatan dari pihak Bahana itu.