Beda Karakteristik, Penggunaan Teknologi MNK di Indonesia Perlu Disesuaikan

Jakarta, MinergyNews– Pengembangan migas non konvensional (MNK) merupakan salah satu upaya Pemerintah meningkatkan produksi migas di Indonesia. Negara yang telah berhasil mengembangkan migas non konvensional, antara lain Amerika Serikat. Namun demikian, teknologi yang digunakan di negara tersebut tidak serta-merta dapat digunakan di Indonesia karena karakteristik batuannya yang berbeda.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji secara daring dalam acara Forum Geologi Nasional 2021, Selasa (23/3), mengungkapkan, karakteristik batuan MNK di Indonesia yang sedikit agak liat, menjadikan teknologi yang digunakan di Amerika Serikat perlu disesuaikan.

“Karakteristik batuan MNK di Indonesia berbeda dengan di Amerika. Jadi kita tidak bisa begitu saja menggunakan teknologi yang di Amerika. Perlu ada adjustment karena menurut informasi, batuan MNK kita lebih agak liat,” ujarnya.

Untuk lebih mengembangkan MNK ini, Tutuka menilai perlu dilakukan studi yang lebih mendalam agar diperoleh data-data yang lebih mendetail.

Dukungan infrastruktur juga diperlukan dalam pengembangan MNK ketika  dilakukan massive fracturing.  “Ketika dilakukan massive fracturing, skala rekahannya besar. Jadi perlu infrastruktur yang memadai di permukaan,” tambahnya.

Upaya lainnya untuk mendorong pengembangan MNK adalah melalui dukungan regulasi. Saat ini, Pemerintah tengah menggodok aturan di mana Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang telah mengusahakan migas konvensional, juga dapat mengusahakan wilayah kerja (WK) MNK. “Jadi struktur yang ada di bawahnya, bisa diusahakan juga oleh WK di atasnya. Tidak perlu ada WK baru. Ini aturan yang sedang kita perbarui  untuk menarik investasi,” papar Tutuka.

Migas non konvensional di Indonesia baru dikembangkan pada tahun 2008 dengan penandatanganan WK Sekayu. Salah satu jenis MNK yang akan dikembangkan Pemerintah ke depan adalah shale oil karena Indonesia masih memerlukan minyak dalam jumlah besar.

Minyak serpih (shale oil), juga disebut Kerogen Serpih (bitumen padat), adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen (campuran dari senyawa-senyawa kimia organik) yang merupakan sumber terbentuknya minyak serpih yang merupakan hidrokarbon cair. Shale oil didefinisikan sebagai batuan sedimen ‘immature’, berbutir halus yang mengandung sejumlah besar material organik yang spesifik yaitu alginit dan/atau bituminit, yang apabila diekstraksi dengan dipanaskan (> 550 derajat celcius) akan menghasilkan minyak yang mempunyai potensi ekonomis.


TAG


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *