Jakarta, MinergyNews– Dalam meningkatkan tata kelola sektor energi dan mineral, Kementerian ESDM menetapkan konsep kebijakan energi berkeadilan yang berdampak langsung bagi masyarakat. Diseminasi informasi kebijakan tersebut diuraikan secara detail oleh Arcandra Tahar dalam paparan ilmiah saat memberikan kuliah umum di Universitas Islam Bandung (Unisba), Sabtu (11/3).
Arcandra mengakui bahwa saat ini terdapat kesenjangan (gap) antara realitas pengelolaan bidang energi dengan apa yang dicita-citakan. Terdapat tiga kesenjangan yang dipersoalkan Arcandra, yaitu dana, kompetensi dan teknologi. “Ini adalah gap kita,” papar Arcandra di Gedung Serba Guna Unisba.
Demi mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan konsep energi berkeadilan yang diimplementasikan dalam beberapa kebijakan strategis. “Semua kebijakan atau program yang kita keluarkan harus mampu mempersempit gap. Kita sedang rintis mengatasi gap,” ungkapnya di depan civitas akademika Unisba.
Arcandra menjelaskan beberapa kebijakan strategis Kementerian ESDM, yaitu pengalihan subsidi, kepemilikan saham(Participating Interest) 10%, BBM Satu Harga, dan peningkatan rasio elektrifikasi hingga pemanfaatan Energi baru dan Terbarukan (EBT).
“Untuk subsidi di tahun 2014 kita masih 300an triliun rupiah, kemudian turun plek (drastis) di tahun berikutnya,” ungkapnya. Menurutnya, pengalihan subsidi merupakan langkah tepat guna mengatasi budget defisit yang berdasarkan regulasi tidak boleh lebih besar 3% dari Gross Domestic Product (GDP). Pengalihan subsidi ini diarahkan ke pembangunan insfrastruktur.
Sementara itu, BBM Satu Harga juga menjadi konsep ketahanan energi yang diimplementasikan oleh Pemerintah. “Satu poin dari konsep security adalah affordability (keterjangkauan),” kata Arcandra. Lanjutnya, BBM Satu Harga per 1 Januari 2017 diterapkan supaya masyarakat memiliki kesamaan mendapatkan akses energi baik di Jawa maupuan di Papua.
Di sisi lain, kebijakan PI 10% diharapkan Pemerintah Daerah mampu menata kembali kepastian regulasi daerah yang tidak memberatkan pengusaha. “Sebagai seorang technopreneurship yang dibutuhkan adalah kepastian cost untuk men-develop sebuah usaha,” jelas Wamen ESDM.
Terkait ketenagalistrikan, indikator sebuah negara maju kalau konsumsinya listriknya 4.000 kWh per kapita. “Negara kita konsumsinya 1.000 kWh per kapita,” tuturnya. Makanya, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan konsumsi listrik dari sektor industri.
Di akhir paparan, Arcandra berharap kepada para mahasiwa sebagai generasi penerus untuk menjawab kesenjangan yang masih terjadi di sektor ESDM. “Yang bisa menutup gap adalah generasi seperti adik-adik. Generasi muda harus lebih baik untuk menutup celah. Apa yang bisa dilakukan biar gap-nya tertutup,” tandasnya. (us)