Akselerasi Transisi Energi, Co-firing Biomassa di PLTU Jadi Teknologi Pilihan

Jakarta, MinergyNews– Semangat pemanfaatan energi terbarukan terus didorong oleh pemerintah. Salah satu caranya adalah memperbanyak pemakaian limbah biomassa sebagai campuran bahan bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Metode ini diharapkan mampu mengakselerasi transisi energi di Indonesia.

“(Pemanfaatan) teknologi (co-firing) ini seharusnya menegaskan komitmen Indonesia untuk mempercepat target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, apalagi selama ini PLTU merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 terbesar,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaluddin saat membuka webinar Coal Biomass Coforing Technologies to Accelerate Energy Transitions sebagai bagian dari rangkaian pertemuan Energy Transition Working Group (ETWG)-3, di Bali, Senin (29/8).

Ridwan mengungkapkan, teknologi co-firing akan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi parsial batubara untuk dibakar di boiler pembangkit listrik. Terlebih biomassa ini dapat diperoleh dari beragaram bahan baku, seperti limbah hutan, perkebunan, atau pertanian. “Pemanfaatan limbah biomassa dapat mengurangi emisi metana yang disebabkan oleh degradasi limbah biomassa itu sendiri,” jelasnya.

Demi meningkatkan akses pasar dan kualitas produk, pemerintah serius merampungkan Standar Nasional Indonesia (SNI) pelet biomassa untuk pembangkit listrik. “Cangkang sawit, serbuk gergaji dan serpihan kayu masih dalam proses di Badan Standardisasi Nasional/BSN untuk ditetapkan sebagai SNI,” sambung Ridwan.

Sementara itu, tekad pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan co-firing biomassa mempertimbangkan hasil pemetaan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE). Kajian tersebut menyebutkan potensi biomassa di Indonesia untuk bahan baku co-firing cukup menjanjikan. Tercatat, limbah dari hutan memiliki potensi sebesar 991 ribu ton (eksisting), serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan katu 789 ribu ton, cangkang sawit 12,8 juta ton, sekam padi 10 juta ton, tandan buah kosong 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton.

Kendati begitu, Ridwan mengingatkan implementasi co-firing biomassa pada PLTU memiliki tantangan berat. Salah satu kendalanya adalah munculnya berbagai masalah teknis pada boiler pembangkit listrik dan feeding equipment yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik batubara dan biomassa.

Guna mengatasi hal tersebut, sambung Ridwan, Pusat Pengujian Mineral dan Batubara atau tekMIRA punya visi untuk mengatasi tantangan ini dengan mengintegrasikan co-firing biomassa dengan teknologi pirolisis yang mampu menghasilkan arang biomassa yang memiliki karakteristik hampir sama dengan batubara.

Penerapan co-firing biomassa ini sejalan dengan pesan tiga pilar transisi energi di forum Presidensi G20. “Cofiring biomassa ini erat kaitannya dengan isu teknologi dan saya yakin (pembahasan) teknologi ini punya peran penting dalam mewujudkan akses energi di masyarakat serta mereduksi emisi,” ujar Chair of Energy Transitions Working Group (ETWG) Yudo Dwinanda Priaadi pada kesempatan yang sama.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *