Jakarta, MinergyNews– Pada hari ini, Kamis (11/4) Presiden Federasi Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar, resmi mendaftarkan perkara tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dilakukan judicial review atas UU No 31/1999 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi digugat oleh (FSPPB), karena dinilai mengebiri pejabat atau direksi BUMN untuk dapat melakukan aksi korporasi atau investasi.
Menurut Arie, jika pasal ini tidak diterjemahkan secara komprehensif dan ada pengecualian, investasi atau ekspansi usaha dari BUMN maka akan mandeg. Pasalny, direksi atau pejabat pengambil keputusan di BUMN tidak akan pernah berani mengambil konsekuensi jika aksi korporasinya tidak membuahkan keuntungan.
“Setiap keputusan bisnis BUMN itu peluangnya untung atau rugi. Untung tidak dapat penghargaan, tetapi begitu rugi masuk penjara. Siapapun pasti nanti tidak mau. Direksi BUMN tidak ada yang berani berinvestasi, maka yang akan investasi adalah swasta,” ujarnya.
Arie menegaskan, apabila BUMN tidak lagi memiliki keberanian untuk berinvestasi, swasta yang akan mengambil alih setiap peluang usaha yang menjadi ranah BUMN .
“Garda terakhir benteng perekonomian nasional terancam runtuh, karena adanya pasal dalam undang-undang tersebut yang menggenelarisir,” katanya.
Namun, tambahnya, kalau swasta yang masuk investasi dengan efisiensi dan teknologi yang lebih tinggi, tentunya ini akan mulai menggeser sedikit demi sedikit peran BUMN di cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak.
“Nanti tentu dampaknya ke rakyat, sebab swasta yang pasti maunya untung terus,” imbuhnya.
Untuk itu, Arie berharap kepada MK agar segera mengeluarkan fatwa atas frasa-frasa yang ambigu di dalam UU No 31/1999 tersebut. “Pasal dalam UU ini sudah menjerat mantan direksi PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, atas keputusannya dalam mengakuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia, 2009,” tuturnya.
Sebelumnya, Karen didakwa telah merugikan negara sebesar Rp568,06 miliar dalam aksi korporasi tersebut. Saat ini proses hukum atas Karen masih berlanjut di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Sebagaimana diketahui, dalam UU itu dinyatakan setiap pejabat atau direksi yang mengambil keputusan ekspansi usaha atau investasi namun mengalami kerugian dianggap sebagai koruptor yang diancam untuk dipenjarakan. Jika hal ini dibiarkan terus, dinilai akan menjadi ancaman serius bagi kelanjutan bisnis BUMN.