Jakarta, MinergyNews– Mahkamah Agung RI telah memutuskan dan mengabulkan gugatan pembatalan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor : 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya ke Mahkamah Agung RI, gugatan dengan nomor perkara nomor: 69 P/HUM/2018 dimana pihak Pemohon adalah Arie Gumilar sebagai presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina bersatu dan sebagai Termohon Menteri Energi dan Sumber daya Mineral di putus pada tanggal 29 Nopember 2018.
Kuasa Hukum FSPPB, Janses E Sihaloho mengungkapkan, informasi ini kami dapatkan melalui pengumuman Mahkamah Agung RI dalam laman website resmi MA RI.Sebelumnya klien kami Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengajukan gugatan judicial review untuk membatalkan ketentuan Pasal 2 pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor: 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya, karena mengakibatkan PT. Pertamina (Persero) bukan lagi sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas.
Janses menuturkan, pada ketentuan ini yang menjadi prioritas utama bukan lagi BUMN/PT. Pertamina (Persero), melainkan Kontraktor sebagai Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas. Bahwa berdasarkan putusan MA tersebut maka PT Pertamina Persero akan menjadi pihak yang harus mendapatkan prioritas dalam Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya. Bahwa putusan Mahkamah Agung sudah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012, yang mengamanatkan bahwa Wilayah Kerja-Wilayah Kerja migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara.
Menurut dirinya, hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. Mahkamah Konstitusi menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN. Jika Pemerintah masih mematuhi amanat konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan Wilayah Kerja-Wilayah Kerja yang berakhir Kontrak Kerja Samanya kepada BUMN.
Oleh sebab itu, tambahnya, sudah sangat jelas bahwa BUMN/PT. Pertamina (Persero) harus menjadi prioritas dalam pengelolaan migas. “Kami mengharapkan Mahkamah Agung RI secepatnya mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dan meminta Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral Republik Indonesia untuk mematuhi putusan MA tersebut,” pungkasnya.