Jakarta, MinergyNews– Pemerintah terus berupaya agar produksi migas dapat bertambah. Cara yang dilakukan, antara lain dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi migas dengan tujuan memperoleh cadangan migas baru. Apabila tidak ada penemuan baru, cadangan minyak Indonesia dapat habis tahun 2030.
“Prediksinya kalau tidak ada penemuan baru, tahun 2030 produksi minyak kita habis. Sementara untuk gas, sekarang ini masih bisa ekspor. Tapi suatu saat akan habis,” papar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto dalam acara Migas Goes to Campus di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.
Dirjen Migas memaparkan, agar kondisi tersebut tidak terjadi, Pemerintah berusaha keras mencari sumber-sumber migas yang baru melalui eksplorasi yang masif. Di sisi lain, tahun 2015 hingga 2016, penawaran wilayah kerja migas yang baru juga tidak dilirik investor. Berdasarkan kenyataan tersebut, Pemerintah mencari sistem yang baru agar investor mau berinvestasi di industri migas Indonesia yaitu dengan beralih dari skema bagi hasil cost recovery menjadi gross split. “Prinsip gross split jelas dan terukur, simpel dan efisien,” kata Djoko.
Skema gross split bermanfaat memberikan hasil keekonomian yang sama atau bahkan lebih baik dari skema cost recovery. Selain itu, mempercepat 1-2 tahun tahapan pengembangan lapangan karena sistem pengadaan yang mandiri serta mendorong industri migas lebih kompetitif dan meningkatkan pengelolaan teknologi, SDM, sistem dan efisiensi biaya operasi.
“Menggunakan cost recovery, waktunya lama. Sejak ditemukannya migas sampai produksi, butuh waktu sampai 15 tahun. Seperti yang terjadi pada Blok Masela. Karena itu kita harus mencari sistem yang memudahkan kontraktor dan bagian dia jadi lebih baik. Perizinan simpel,” tuturnya.
Sejak skema gross split diterapkan tahun 2017, hingga saat ini sudah 9 blok migas baru yang laku. Perpanjangan kontrak kerja sama migas juga menggunakan skema gross split.
Selain meningkatkan eksplorasi, upaya untuk meningkatkan produksi migas adalah dengan menggunakan teknologi seperti EOR. “Kita mencari teknologi-teknologi baru sehingga minyak yang tersisa di perut bumi bisa diproduksikan,” tambah Djoko.
Djoko mengakui, kebijakan yang baru biasanya menuai pro dan kontra. Dia mengatakan, ada ketakutan kalau kontraktor akan membawa tenaga kerja dan barang dari negara asalnya. Namun hal ini bisa diatasi karena Pemerintah memberikan bagi hasil yang lebih tinggi apabila kontraktor menggunakan produk dalam negeri.