Jakarta, MinergyNews– Di tengah upaya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) / PLN mendesak pemerintah agar komponen harga batubara dimasukkan dalam skema penghitungan tarif listrik, justru Serikat Pekerja (SP) PLN menolak gagasan itu. Pasalnya, apabila harga batubara acuan (HBA) dimasukkan di dalam penghitungan tarif, maka potensi terjadinya kenaikan tarif listrik akan terjadi dalam waktu dekat.
Ketua Umum SP PLN, Jumadis Abda, meminta pemerintah khususnya Kementerian ESDM untuk tidak mengakomodir usulan dari PLN tersebut. Sebab nantinya justru konsumen listrik yang akan dirugikan karena pemasukan HBA dalam penghitungan tarif hanya akan menaikkan biaya pokok produksi (BPP) listrik. Sehingga pada akhirnya tarif listrik dipastikan akan naik. Padahal pemerintahan Jokowi pada saat kampanyenya berjanji akan menurunkan tarif energi.
“Kenaikan tarif listrik akibat BPP yang ikut terkerek karena batubara yang lebih mahal tentu hanya akan menambah beban masyarakat karena harus membayar listrik lebih besar. Oleh karena itu kita menolak HBA dimasukkan dalam skema itu (penentuan tarif adjustment),” ujar Jumadis dalam konferensi pers di kantor pusat PLN, Jakarta, Rabu (7/2).
Untuk itu, Jumadis menegaskan, dirinya juga mendesak agar pemerintah membantu PLN untuk mendapatkan batubara dengan lebih murah dengan cara menurunkan atau mengendalikan harga batubara yang memang saat ini tengah melonjak.
“Sebab menurutnya sekitar 60 persen pembangkit listrik yang dioperasikan PLN ataupun Independent Power Producer (IPP) menggunakan batubara,” katanya.
Selain itu, tambahnya, dia juga mempersilahkan pemerintah untuk mengacu HBA internasional apabila itu untuk tujuan ekspor. Namun apabila HBA yang digunakan untuk pembangkit diharuskan menyesuaikan dengan harga domestik. Sebab faktanya batubara yang digunakan adalah batubara dari dalam negeri.
“PLN jangan ikuti mekanisme pasar, karena batubara milik Indonesia sendiri, kalau itu untuk ekspor silahkan saja,” tuturnya.
Sementara itu, lanjutnya, dia juga meminta pemerintah mengevaluasi dan menurunkan harga gas alam untuk domestik khususnya untuk pembangkit listrik minimal sama dengan harga di Malaysia sekitar US$4,7 per MMBTU. Padahal sebagian besar gas alam di Malaysia adalah produk impor dari Indonesia. Dengan harga gas alam yang lebih murah, dipastikan nantinya BPP pembangkit listrik juga akan ikut turun sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan tarif listrik.
“Bila energi primer bisa dikelola dengan baik maka PLN bisa hemat Rp40 triliun, apalagi kalau PLN bisa lakukan langkah efisiensi lainnya, itu nilainya akan jauh lebih besar,” pungkas Jumadi.
Sebagaimana diketahui, kebutuhan batubara untuk pembangkit yang dioperasikan oleh PLN maupun IPP dalam setahun sekitar 70 juta ton. Jumlah itu terdiri dari 50 juta ton untuk pembangkit listrik milik PLN dan 20 juta ton dari IPP. Sementara harga batu bara acuan (HBA) untuk Januari 2018 kemarin ditetapkan sebesar US$ 95,54 per ton.