Jakarta, MinergyNews– Pemerintah daerah dipastikan mendapat jatah saham PT Freeport Indonesia. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika akan mendapat 10 persen saham Freeport Indonesia setelah proses divestasi perusahaan tambang itu rampung.
Kepastian jatah saham untuk pemda itu direalisasikan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani Pemerintah Pusat, Pemprov Papua, Pemkab Mimika, dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum), pekan lalu.
Perjanjian itu ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin.
Penandatanganan perjanjian ini merupakan salah satu langkah maju dan strategis dalam rangka pengambilan saham divestasi Freeport Indonesia setelah dicapainya pokok-pokok kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport Indonesia pada 27 Agustus 2017 lalu. Perjanjian ini merupakan wujud semangat kebersamaan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BUMN dalam proses pengambilan saham divestasi Freeport Indonesia.
Berdasarkan perjanjian ini, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham Freeport Indonesia sebesar 10 persen sesudah divestasi. Porsi hak atas kepemilikan saham tersebut untuk kepentingan masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen.
Menurut Sri Mulyani, pembagian saham ini sudah mengakomodasi hak-hak masyarakat Papua pemilik tanah ulayat dan terdampak langsung oleh operasional Freeport Indonesia. Rencananya, penyerahan saham ini akan dilakukan melalui Inalum yang merupakan pemimpin holding Badan Usaha Milik negara (BUMN) sektor pertambangan.
“Tinggal nanti bagaimana kami bekerja agar kesepakatan divestasi bisa berjalan dengan profesional dan mengutamakan prinsip good governance,” paparnya.
Sementara itu, Budi Gunadi mengatakan, nantinya porsi keseluruhan saham pemerintah tetap sebesar 51 persen meski ada bagian Pemda sebesar 10 persen di dalamnya. Sebab, nantinya Inalum, Pemprov Papua, dan Pemkab Mimika akan membentuk satu konsorsium bersama dan masuk mengambil 51 persen saham Freeport Indonesia.
Pemprov Papua dan Pemkab Mimika nantinya juga akan membentuk satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk bergabung bersama Inalum.
Menurutnya, langkah ini diambil agar pihak Indonesia bisa menjadi mayoritas kepemilikan saham Freeport Indonesia. Jika pembagian saham difraksi menjadi 41 persen Pemerintah Indonesia, 10 persen Pemda, dan 49 Freeport, maka Indonesia gagal menjadi pemegang saham mayoritas di situ.
“Kalau kami masuk sendiri-sendiri, maka kepemilikan masing-masing bisa lebih kecil dari Freeport Indonesia. Di sini kami akan kerja sama untuk menjadi mayoritas,” ujar Budi.
Lebih lanjut, Inalum dan Pemda akan mendiskusikan mekanisme transaksi saham Pemda. Pengambilan saham ini diyakini tak sekali pun menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat.
Pengambilan saham divestasi Freeport Indonesia ini akan dilakukan melalui mekanisme korporasi sehingga tidak membebani APBN dan APBD, dan menjadi salah satu manfaat dari pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan.
Keseluruhan proses divestasi saham Freeport Indonesia menjadi 51 persen kepemilikan peserta Indonesia sesuai komitmen Presiden Joko Widodo yang harus dilakukan secara transparan, bersih dari segala kepentingan kelompok, dan terjaga tata kelolanya di setiap tahapan.
Harapan Pemerintah, kepemilikan 51 persen saham Freeport Indonesia oleh peserta Indonesia akan meningkatkan penerimaan negara, mempercepat hilirisasi industri tambang dalam rangka peningkatan nilai tambah, meningkatkan kesempatan kerja dan mendorong pembangunan di daerah. Pada akhirnya, pengambilan saham divestasi Freeport Indonesia tersebut akan memberikan manfaat bagi seluruh komponen bangsa, termasuk masyarakat Papua.
Momentum penandatanganan perjanjian ini menjadi sejarah penting bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, keseluruhan proses pengambilan saham divestasi Freeport Indonesia ini harus terus dikawal dengan mengedepankan kepentingan nasional, kepentingan rakyat Papua, dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam secara transparan dengan tetap menjaga iklim investasi yang kondusif.
Sementara itu, Gubernur Lukas Enembe menyatakan dari sejak Freeport Indonesia beroperasi mulai tahun 1967 atau sekitar 50 tahun eksplorasi di Papua, baru di Pemerintahan Jokowi bias mendapatkan kepastian jatah untuk Papua.
“Intinya bahwa kita pemerintah provinsi, kabupaten, sejak dulu eksplorasi di Papua, baru Pemerintah Jokowi yang memberikan kepercayaan pada rakyat Papua,” ungkap Lukas Enembe.
Dia juga menuturkan bahwa perolehan dari Freeport Indonesia merupakan sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena banyaknya eksplorasi yang dilakukan perusahaan asal Amerika itu di Papua. “Rakyat di tambang penduduk asli termasuk yang kena dampak yang harus diperhatikan,” tutur Lukas Enembe.